Suatu
pagi saya bertemu dengan seorang nenek dan cucu perempuannya di dalam bus. Saya
dapat melihat mereka dengan jelas karena kami duduk berseberangan. Nenek itu
terlihat sangat sayang pada cucunya yang sepertinya berusia sekitar 8 atau 9
tahun itu.
Seperti
biasa saya mendadak menjadi ramah apabila bertemu anak kecil. Saya tersenyum
pada anak itu tetapi anak itu tidak menanggapi. Dia diam saja kemudian membuang
muka. Tak lama kemudian ia meminta telepon kepada neneknya. Neneknya langsung
memberikan apa yang diminta.
Anak
itu sepertinya menggunakan telepon itu untuk menonton film. Dapat diduga dari
matanya yang terpaku ke layar kecil di tangannya yang kecil itu. Pada saat
sedang menonton, anak itu disuapi makanan kecil oleh neneknya. Setelah beberapa
saat, nenek itu juga memberikan minuman.
Saya
agak prihatin melihat pemandangan itu. Di dalam bus seharusnya tidak boleh
makan dan minum. Si nenek, orang dewasa yang mendampingi anak itu malah
melakukan sesuatu yang dilarang. Tak heran kalau anak itu tidak tahu apa yang
boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Walaupun prihatin, saya galau untuk
menegurnya tau tidak. Rasanya urusan mendidik anak ini bukan urusan saya. Di
sisi lain, sebagai pengguna bus yang sama, menjaga kenyamanan sesama penumpang
adalah urusan saya.
Setelah
meyakinkan diri untuk menegur, saya mendekat ke arah nenek dan cucu itu.
Sebelum saya sempat menegur, ada seorang ibu lain yang sudah lebih dulu
menegur.
“Di
dalam bus gak boleh makan minum,” kata ibu itu.
Nenek
yang ditegur segera memasukkan perlengkapan makan dan minum ke dalam tas.
Namun, ia tidak menyampaikan kepada cucunya supaya tidak boleh makan dan minum
di dalam bus.
Ibu
yang menegur itu kemudian duduk di samping saya. Saya mengangguk padanya
sebagai tanda sambutan dan tanda persetujuan atas tindakannya. Ibu itu juga
mengomel tentang anak yang tidak diajari dengan benar akan menjadi anak yang
kurang ajar. Saya pun mengangguk setuju akan hal ini. {ST}