Ana

Senin, 30 Maret 2020

Bekerja dari Rumah


            Bekerja dari rumah (work from home) banyak dilakukan oleh para profesional di awal tahun 2020 ini. Sejak bulan Januari 2020 yang lalu, dunia dihebohkan oleh virus Covid 9. Virus yang bentuknya terlihat seperti ada mahkotanya ini dikenal juga dengann viris korona.
            Peusahaan tempat saya bekerja akhirnya juga menetapkan kebijakan ini. Kami diminta bekerja dari rumah sejak tanggal 17 Maret 2020. Walaupun bekerja dari rumah, target pekerjaannya tidak berubah.
            Saya bersyukur hampir semua pekerjaan saya dapat dikerjakan dari rumah, atau dari mana saja. Namun, ada beberapa teman saya yang memiliki keterbatasan alat kerja. Mereka sesekali harus ke kantor juga untuk melakukan pekerjaan. Kendala itu tidk hanya terjadi di kantor kami, di kantor lain juga.
            Tidak semua pekerjaan bisa dikerjakan di rumah. Ada banyak pekerjaan yang memerlukan kegiatan fisik, harus dilakukan dengan kehadiran. Contohnya saja pengemudi ojek online. Mana bisa mereka bekerj di rumah. Demikian pula halnya dengan orang yang bekerja di fasilitas umum seperti bandara dan stasiun.
            Saya cukup menikmati bekerja di rumah. Saya tidak perlu bersiap-siap spserti biasanya. Tidak perlu pula membuang waktu untuk transportasi menuju tempat kerja. Masih belekan bangun tidur pun sudah bisa langsung kerja. Walaupun ada kalanya malas bekerja, hasilnya tetap sama. Mungkin karena bekerja di rumah lebih hening dan lebih mudah berkonsentrasi.

            Saat catatan ini saya buat, saya belum sampai seminggu bekerja di rumah. Ternyata saya cukup menikmati bekerja di rumah. Ada rasa kangennya juga sih pada teman-teman kantor yang selalu riang gembira itu. {ST}

Minggu, 29 Maret 2020

Rumah Sakit yang Kekurangan APD


            Sejak merebaknya Covid-19 banyak rumah sakit yang mewajibkan petugas medisnya menggunakan alat pelindung diri. Alat pelindung diri ini berupa pakaian yang sepenuhnya tertutup dari bahan yang tidak mudah tembus. Selain itu dilengkapi pula dengan masker dan kaca mata pelindung. Alat pelindung diri (APD) ini kebanyakan hanya dapat dipakai satu kali saja. Setelah itu harus dibuang.
            Makin banyaknya pasien Covid-19 yang dirawat tentu saja memerlukan makin banyak tenaga medis untuk merawatnya. Mereka harus menggunakan APD yang memadai supaya tidak tertular virus. Banyaknya permintaan membuat APD makin langka di pasaran. Banyak RS yang berterus terang meminta bantuan APD kepada masyarakat.
            Tenaga medis yang kekurangan APD itu tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh bagian dunia mengalaminya. Kejadian ini tidak hanya terjadi di negara miskin dan berkembang. Negara yang sudah tergolong maju juga ada yang mengalaminya. Masker N95, salah sau alat pelindung diri yang paling penting, bahkan susah ditemukan. Kemungkinan karena orang yang bukan tenaga medis pun turut membeli masker jenis ini.
            Saya memiliki beberapa teman yang bekerja di bidang kesehatan. Ada yang menjadi dokter, ada juga yang perawat. Saat merebaknya COVID-19 ini mereka juga terpaksa berurusan dengan virus ini. Saya sedih sekali saat melihat foto tenaga medis yang terpaksa mengenakan jas hujan sebagai alat pelindung diri. Jas hujan yang harganya Rp 10.000 itu berbahan tipis dan mudah sobek.
            Saya dan beberapa rekan saya merasa terpanggil untuk membantu dalam hal penyediaan APD ini. Saya bersyukur ada beberapa lembaga yang dapat mengorganisirnya. Kalau hanya dikerjakan sendiri, tentu dampaknya tidak terlalu besar. Berbeda kalau dilakukan bersama-sama. Dana yang dikumpulkan bersama itu dapat membantu 5 rumah sakit yang memerlukan APD.

            Pada saat catatan ini saya buat, pandemi COVID-19 belum berakhir. Masih banyak tenaga medis yang memerlukan APD. Semoga mereka semua dapat terlindungi dengan baik. Semoga para tenaga medis tetap sehat dan semangt dalam menjalankan tugasnya yang mulia. {ST}

Sabtu, 28 Maret 2020

Jalan Kaki 10.000 Langkah Selama 10 Hari


            Saya punya target baru, mau jalan kaki sebanyak 10.000 langkah setiap hari selama 10 hari. Target ini sebenarnya sudah lama ingin saya capai tetapi belum pernah terwujud karena berbagai kendala. Kendala utamanya adalah waktu. Untuk berjalan kaki sebanyak itu ternyata memerlukan waktu sekitar 2 jam. Itu kalau berjalan santai.
Nah, saya biasanya berjalan di pagi hari menuju halte. Perjalanan pagi ini hanya sekitar 1200 langkah yang ditempuh dalam waktu sekitar 10 menit. Saya kesulitan menambah waktu karena terburu-buru harus tiba di tempat kerja. Dengan perjalanan menggunakan kaki selama 10 menit itu pun kadang-kadang saya terlambat tiba di kantor. Sepulang kantor, biasanya kalau cuaca cerah dan ada waktu, saya melanjutkan berjalan kaki.
Saya pernah berpikir mencapai 10.000 langkah itu cukup mudah. Toh, tinggal berjalan saja. Ternyata tidk mudah juga, lo. Untuk dapat mencapai target tersebut, saya harus punya niat dan waktu untuk berjalan kaki. Biasanya saya menuju tempat-tempat wisata seperti Ragunan dan Monas. Di tempat wisata seperti itu, saya bisa mendapatkan banyak langkah kaki karena perjalanan tidak terlalu terasa. Sambil melihat pemandangan sekaligus menggerakkan kaki. Berbeda dengan berjalan kaki bolak-balik di dalam rumah, rasanya lebih capek.

Saat kantor saya menetapkan untuk kerja di rumah, saya manfaatkan sebagian waktunya untuk berjalan kaki. Kalau memungkinkan saya berjalan keluar rumah. Namun, kalau tidak memungkinkan, saya menggunakan alat bantu olahraga yang ada di rumah. O ya, untuk menghitung langkahnya, saya menggunakan telepon genggam. Alat ini juga saya gunakan untuk mendengarkan podcast saat berjalan kaki. {ST}  

Kamis, 26 Maret 2020

Toa untuk Banjir


            Pemerintah daerah di tempat saya tinggal membuat kebijakan baru pada saat banjir, yaitu membagian alat pengeras suara ke berbagai wilayah. Alat pengeras suara ini diharapkan dapat digunakan apabila ada potensi banjir. Para petugas di wilayah tersebut akan berteriak-teriak mengingatkan warga, terutama di saat warga kebanyakan sedang tidur.
            Banyak yang menganggap kebijakan ini kurang tepat. Saya termasuk yang demikian juga. Pemerintah daerah mestinya dapat membuat kebijakan yang lebih memberdayakan rakyat untuk mencegah bencana. Misalnya dengan kebijakan untuk membuang sampah pad tempatnya, melarang kemasan plastik yang merusak lingkungan, dll.
            Membangunkan warga di saat akan terjadi banjir tidak terlalu berguna untuk kebanyakan orang. Kebanyakan orang yang pernah mengalaminya sudah otomatis waspada saat terjadi hujan lebat. Tidak perlu dibangunkan sudah bangun sendiri. Saya yang tidak mengalami banjir tetapi atap rumahnya bocor, sudah langsung waspada apabila terjadi hujan lebat.
            Dari cerita-cerita teman-teman saya, pengeras suara itu sudah mulai digunakan. Saya sendiri hampir tidak pernah mendengar ada yang berteriak-teriak mengingatkan menggunakan pengeras suara pada saat “musim banjir”. Saya baru mendengarnya saat “musim Covid-19” di bulan Maret 2020.

            Sebenarnya saya tidak menyadari kalau ada yang teriak-teriak menggunakan alat pengeras suara itu. Sekilas suaranya agak mirip dengan pedagang yang sesekali lewat di depan rumah. Pedagang roti dan tahu bulat menggunakan pengeras suara juga. Adik saya yang kemudian memberi tahu kalau itu pengumuman supaya tidak meninggalkan rumah. Semoga saja alat pengeras suara itu lebih banyak gunanya untuk kehidupan masyarakat. {ST}

Selasa, 24 Maret 2020

Foto Flora Saat Pendemi


            Bulan Maret 2020 dunia dihebohkan dengan adanya pandemi Covid-19. Virus yang konon kabarnya berasal dari Wuhan di Cina itu menyebar ke seluruh dunia dengan cepat. Dunia yang makin terhubung membuat virus ini menyebar lebih cepat pula. Tidak hanya virusnya yang beredar dengan cepat, kabar tentang virus ini juga beredar sangat cepat, bahkan lebih cepat.
            Adanya internet membuat kabar tentang virus ini dpat menyebar ke seluruh dunia dalam hitungan detik. Berita-berita yang dibuat oleh media massa dapat diakses dengan cepat. Demikian pula berita-berita yang tidak jelas kebenarannya alias hoaks.
            Saat catatan ini saya buat, linimasa media sosial saya dipenuhi dengan aneka informasi yang berkaitan dengan Covid-19 ini. Ada berita resmi dan ilmiah. Ada pula berita bohong atau yang berprasangka buruk. Yang punya hobi mencela orang juga bermunculan.

            Linimasa seperti itu membuat saya kurang nyaman. Akhirnya saya sengaja membagikan apa yang saya sukai dan membuat saya merasa nyaman. Saya membagikan flora di sekitar kita. Floranya ada bunga, buah, dan daun. Semuanya yang menurut saya keren. Ada beberapa orang yang ternyata menyukai postingan saya ini. Saya senang juga mendengarnya walaupun sebenarnya saya tidak terlalu peduli ada orang yang suka atau tidak. Yang pasti postingan saya keren menurut saya. {ST}

Rabu, 18 Maret 2020

18 Nilai Pendidikan Karakter


            Saya suka membuat cerita untuk anak-anak. Kegiatan yang dulunya hanya menjadi hobi ini sekarang telah menjadi profesi saya. Cerita membuat imajinasi berkembang dan dapat menyampaikan nilai-nilai baik tanpa berkesan menggurui.
            Selama beberapa tahun ini, saya menetapkan sendiri nilai-nilai baik menurut saya seperti jujur, disiplin, suka membaca, peduli lingkungan, dll. Belum lama ini saya baru tahu ternyata Kemendikbud telah menetapkan 18 nilai pendidikan karakter yang harus diajarkan kepada anak-anak sekolah.
18 nilai pendidikan karakter itu adalah:
1.  Religius
2.    Jujur
3.    Toleransi
4.    Disiplin
5.    Kerja keras
6.    Kreatif
7.    Mandiri
8.    Demokratis
9.    Rasa ingin tahu
10. Semangat kebangsaan
11. Cinta tanah air
12. Menghargai prestasi
13. Bersahabat/komunikatif
14. Cinta damai
15. Gemar membaca
16. Peduli lingkungan
17. Peduli sosial
18. Tanggung jawab

Saya meyakini cerita dapat memberi pengaruh pada pembacanya. Cerita-cerita dengan nilai baik di dalamnya diharapkan dapat memberi pengaruh baik pula. Saya bersyukur nilai-nilai ini sudah sering saya masukkan dalam cerita-cerita yang saya buat. Semoga cerita yang saya buat dapat memberi pengaruh baik pada anak-anak yang membacanya. {ST}

Kamis, 05 Maret 2020

Norak melihat Mobil Listrik


            Saat catatan ini saya buat, mobil listrik bukanlah sesuatu yang baru. Di Amerika, penjualan mobil listrik sangat tinggi. Demikian pula di beberapa negara Eropa. Namun, tidak demikian di Indonesia. Mobil-mobil di negara yang saya tinggali ini lebih banyak yang berbahan bakar minyak. Belum banyak orang yang memiliki mobil listrik.
            Ada beberapa orang terkenal yang memiliki mobil listrik. Beberapa menjadi berita di media online. Saya juga sempat membaca-baca berita seperti ini. Walaupun demikian saya sangat jarang melihat mobil listrik dalam keseharian saya. Orang-orang yang saya kenal hampir tidak ada yang menggunakan mobil listrik.
            Tempat pengisian daya listrik untuk mobil pun belum banyak. Beberapa waktu yang lalu, saya pernah mendapat tugas untuk menulis topik ini. Saat itu, tempat pengisian daya listrik untuk mobil hanya ada di dua tempat. Letaknya semua di Jabodetabek. Belum lama ini saya ada melihat tempat pengisian listrik untuk mobil di PLN. Perusahaan yang tugasnya menyediakan listrik itu memang tempat yang tepat untuk hal ini.
            Saat melihat mobil listrik berkeliaran, dapat dikatakan saya agak norak pingin tahu banget. Lebih norak lagi pas lihat mobil listrik yang digunakan sebagai taksi. Saya sempat bertanya pada pengemudi tentang mobil listrik yang mengantar adik saya. Selain itu saya juga memotretnya dengan penuh rasa ingin tahu.

Kenorakan saya makin menjadi saat ada mobil listrik yang ada di lobi kantor saya. Mobil listrik berukuran kecil itu sedang mengisi daya dengan menggunakan colokan yang ada di dinding. Saya dan teman-teman beramai-ramai mendatangi mobil ini sambil memotretnya. {ST}

Rabu, 04 Maret 2020

Nenek dan Cucunya yang Kurang Diajar


            Suatu pagi saya bertemu dengan seorang nenek dan cucu perempuannya di dalam bus. Saya dapat melihat mereka dengan jelas karena kami duduk berseberangan. Nenek itu terlihat sangat sayang pada cucunya yang sepertinya berusia sekitar 8 atau 9 tahun itu.
            Seperti biasa saya mendadak menjadi ramah apabila bertemu anak kecil. Saya tersenyum pada anak itu tetapi anak itu tidak menanggapi. Dia diam saja kemudian membuang muka. Tak lama kemudian ia meminta telepon kepada neneknya. Neneknya langsung memberikan apa yang diminta.
            Anak itu sepertinya menggunakan telepon itu untuk menonton film. Dapat diduga dari matanya yang terpaku ke layar kecil di tangannya yang kecil itu. Pada saat sedang menonton, anak itu disuapi makanan kecil oleh neneknya. Setelah beberapa saat, nenek itu juga memberikan minuman.
            Saya agak prihatin melihat pemandangan itu. Di dalam bus seharusnya tidak boleh makan dan minum. Si nenek, orang dewasa yang mendampingi anak itu malah melakukan sesuatu yang dilarang. Tak heran kalau anak itu tidak tahu apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Walaupun prihatin, saya galau untuk menegurnya tau tidak. Rasanya urusan mendidik anak ini bukan urusan saya. Di sisi lain, sebagai pengguna bus yang sama, menjaga kenyamanan sesama penumpang adalah urusan saya.
            Setelah meyakinkan diri untuk menegur, saya mendekat ke arah nenek dan cucu itu. Sebelum saya sempat menegur, ada seorang ibu lain yang sudah lebih dulu menegur.
            “Di dalam bus gak boleh makan minum,” kata ibu itu.
            Nenek yang ditegur segera memasukkan perlengkapan makan dan minum ke dalam tas. Namun, ia tidak menyampaikan kepada cucunya supaya tidak boleh makan dan minum di dalam bus.

            Ibu yang menegur itu kemudian duduk di samping saya. Saya mengangguk padanya sebagai tanda sambutan dan tanda persetujuan atas tindakannya. Ibu itu juga mengomel tentang anak yang tidak diajari dengan benar akan menjadi anak yang kurang ajar. Saya pun mengangguk setuju akan hal ini. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini