Pada
masa kecil saya dulu, ada film yang selalu ditayangkan pada tanggal 30
September malam hari. Film berjudul G30S/PKI itu mengisahkan tentang
pemberontakan PKI dan pembunuhan para jenderal. Para jenderal yang gugur dalam
peristiwa itu kemudian dikenal sebagai pahlawan revolusi.
Saya
masih ingat, dulu pernah mendapat tugas sekolah untuk menonton film ini.
Beberapa teman saya cukup menikmati tugas ini. Namun, tidak demikian dengan
saya. Saya tidak suka film yang berisi adegan kekejaman ini. Filmnya suram dan
membuat sedih. Tidak ada rasa kebangsaan dan kebanggaan yang saya rasakan. Karena
itulah, dengan menggunakan imajinasi, saya menuliskan cerita yang lain.
Saya
mengarang kalau di tempat para jenderal disiksa itu ada seorang anak baik yang
sebenarnya ingin menolong. Anak itu tidak bisa berbuat apa-apa karena masih
kecil. Sepertinya mengarang cerita saat menonton film G30S itu menjadi
cikal-bakal saya suka mengarang dengan tokoh anak-anak. Itulah yang menjadi
hubungan film penuh kekejaman itu dengan dunia fiksi.
Setelah
reformasi pada tahun 1998, film ini tidak lagi ditayangkan karena dianggap
tidak relevan dan beberapa adegannya dianggap rekaan. Banyak pula adegan
kekerasan yang sebenarnya tidak layak ditonton oleh anak-anak. Saya turut
mendukung keputusan ini. {ST}