Saat
mendengar kata “terong belanda” yang ingat adalah minuman berbentuk sirup.
Sirup terong belanda cukup terkenal sebagai kuliner khas Indonesia. Rasanya
manis asem sekaligus segar, apalagi kalau ditambah dengan es. Saya cukup suka,
kok, rasanya. Saya pernah dengan sengaja membeli sebotol sirup rasa terong
belanda ini.
Saya
pernah penasaran dengan bentuk terong belanda, dan mengapa namanya ada “belanda”
nya. Saya belum pernah melihat buah ini pada masa kecil saya di Kalimantan.
Buah ini pun tidak pernah saya temukan di Jakarta. Bentuk buahnya hanya saya
kenal dari foto yang saya temukan di dunia maya.
Terong
belanda pertama kali saya lihat saat saya ke Toraja. Tumbuhan terong belanda
ini tumbuh bebas di pegunungan yang terletak di Sulawesi Selatan itu. Seorang
ibu memberikan buah itu kepada saya saat melihat saya sangat senang melihat
buah itu.
“Ambil
saja itu buahnya,” kata ibu itu sambil menyodorkan 2 buah terong belanda.
“Rasanya
bagaimana? Saya cuma pernah merasakan sirupnya,” ujar saya,
“Coba
aja,” sahutnya santai.
Saya
pun mencoba buah itu. Saya membelahnya menjadi 2 bagian dan mencoba rasanya.
Rasanya asem sekali, hampir tidak bisa dinikmati. Menurut ibu yang memberikan
saya buah itu, buah yang saya makan itu belum matang. Kalau matang rasanya agak
manis. Biasanya yang suka makan buah itu ibu-ibu hamil yang sedang ngidam. Saya
mengangguk-angguk mengerti.
Pengalaman
memakan terong belanda itu tidak terlupakan. Saya berkali-kali menyampaikan ke
ibu itu kalau ini adalah kali pertama bagi saya melihat buah itu. Ibu itu
kemudian mengajak saya keluar ke kebunnya. Dari kebun itu ia memetik beberapa
buah terong belanda langsung dari pohonnya. Pohon terong belanda agak mirip
dengan terong. Pohon itu juga mengingatkan saya pada rimbang, terong yang
rasanya asam yang sering dijadikan bahan makanan khas Dayak.
Ibu
itu memberikan cukup banyak buah. Saya yang awalnya senang lama-lama jadi
bingung sendiri karena bingung akan diapakan buah itu. Buah itu tidak bisa
dimakan sebagai camilan. Mau dibawa pulang juga agak repot karena buah itu
diberikan oleh seorang ibu di Tana Toraja, sementara saya tinggal di Jakarta. {ST}