Ana

Minggu, 29 September 2019

Gasing Anak Toraja




            Permainan gasing ada di banyak tempat. Permainan dengan memutarkan benda ini memang sederhana dan mudah memainkannya. Gasing yang berputar membuat pemainnya gembira. Makin lama berputarnya, makin gembira pemainnya.
            Saya pernah menghadiri acara permainan tradisional dari daerah-daerah di Indonesia. Ternyata hampir di sebagian besar tempat itu ada gasing. Bentuknya bermacam-macam, ada yang bulat, silinder, sampai oval. Bahannya pun bermacam-macam, kebanyakan dari kayu.
            Saat berada di Tana Toraja saya melihat anak-anak di sana juga bermain gasing. Mereka membuat gasingnya sendiri dengan menggunakan jambu biji ditusuk dengan sumpit. Gasing itu kemudian diputar-putar.
            Mainan yang terbuat dari buah ini agak cepat rusak. Setelah beberapa kali dimainkan, gasing ini sudah rusak. Anak-anak itu segera membuangnya. Mereka tidak merasa sayang karena mainan seperti itu banyak ditemukan di daerah tempat tinggal mereka. {ST}

Minggu, 15 September 2019

Makan Permen Pedas Supaya Tidak Mabuk Laut




            Saya tidak terlalu sering melaut. Apabila bepergian ke tempat lain yang berbeda pulau, saya biasanya naik pesawat terbang. Ke laut hanya skeedar bermain di pantai, atau menyeberang selat sempit. Mungkin itu sebabnya tubuh saya tidak terbiasa dengan gelombang laut. Selama beberapa kali perjalanan menggunakan kapal laut, saya terkena mabuk laut.
            Saat mau menyeberang ke Pulau Tidung, saya sempat khawatir bakal mabuk laut. Saya membawa obat anti mabuk (yang katanya membuat ngantuk), permen pedas, dan kantong plastik untuk berjaga-jaga kalau sampai muntah. Perjalanan yang memakan waktu 2 sampai 3 jam itu sudah cukup membuat saya khawatir. Sebelumnya saya pernah mabuk laut dalam perjalanan dari Pulau Bangka ke Pulau Belitung. Kedua pulau itu jaraknya berdekatan dan hampir selalu disebut berpasangan, bahkan ada singkatannya, Babel.
            Sebelum kapal berjalan, saya sudah menelan pil anti mabuk. Saya bertekad supaya tetap sehat dan tidak muntah-muntah sesampainya di seberang sana. Selama perjalanan, saya sempat pusing. Beberapa kali mencoba tidur. Beberapa kali pula saya tertidur. Beberapa kali pula saya terbangun. Nah, saat itulah saya memakan permen pedas. Permen pedas itu membuat mulut lebih segar. Rasa mual yang sebelumnya terasa lama-lama menjadi hilang. Berbekal pengalaman tersebut, saya memakan beberapa permen pedas selama perjalanan itu. Benar saja, rasa mabuk laut berkurang, bahkan hilang. Jurus ini saya gunakan dalam perjalanan kembali ke Jakarta. {ST}

Jumat, 13 September 2019

B.J. Habibie Wafat




            Hari Rabu tanggal 11 September 2019 ada kabar duka bagi bangsa Indonesia. Bapak B.J. Habibie wafat di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Presiden RI yang ketiga itu wafat pada usia 83 tahun. Usia yang cukup panjang untuk ukuran manusia normal. Pak Habibie wafat pada pukul 18.05 WIB.

            Banyak orang yang merasa kehilangan atas wafatnya Pak Habibie. Saya juga merasa kehilangan walaupun tidak kenal secara pribadi. Saya mengagumi karya-karyanya dan juga komitmennya dalam kehidupan.

            Pak Habibie yang dikaruniai kecerdasan itu pernah mendapatkan kehidupan yang nyaman di Jerman. Namun, ia memilih pulang untuk membangun bangsanya. Di Indonesia ia mengembangkan teknologi, terutama penerbangan. Memiliki pesawat sendiri memang menjadi salah satu solusi untuk menyatukan negara kepulauan seperti Indonesia ini.

            Komitmennya membangun negeri melalui teknologi itu tidak berhenti walaupun ia sudah tidak lagi menajdi pejabat publik. Pak Habibie masih terus menyebarkan kesadaran teknologi dan inovasi dengan berbagai cara. Saya pernah menghadiri beberapa acara yang digagas oleh Pak Habibie. Saya juga pernah menghadiri acara yang dihadiri oleh Pak Habibie. Saat itu usianya sudah tidak muda lagi, tetapi ia tetap menyampaikan pendapatnya dengan bersemangat.

            Komitmen Pak Habibie yang membuat banyak orang kagum adalah kesetiaannya pada istrinya, Bu Ainun. Pasangan ini terkenal saling mencintai dan menghargai sepanjang pernikahan mereka. Kisah cinta mereka adalah panutan bagi banyak orang dan pasangan, termasuk saya. Kisah cinta mereka telah dijadikan buku dan film.

            Prestasi tertinggi Pak Habibie di negeri ini adalah menjadi presiden. Ia menjadi presiden ketiga menggantikan Pak Harto yang memerintah selama 32 tahun. Jabatan presiden ini diemban oleh Pak Habibie karena Pak Harto terpaksa mengundurkan diri. Pak Habibie yang saat itu berjabatan sebagai wakil presiden yang menggantikannya. Dari beberapa informasi yang saya baca, Pak Habibie tidak terlalu berobsesi dengan jabatan presiden itu.

            Pak Habibie dikenal dengan nama akrab Rudy, yang diambil dari nama Bacharudin. Nama ini pernah menjadi tokoh dalam cerita serial yang saya buat. Saat itu saya kebingungan mencari nama tokoh yang mudah disebut, mudah diingat, dan tidak terlalu rumit. Saya memilih nama Rudi untuk tokoh anak laki-laki. Sedangkan untuk nama tokoh anak perempuan kembarannya saya beri nama Runi. Nama itu saya sematkan pada tokoh karangan saya itu sepulang dari pertemuan tentang teknologi di mana Pak Habibie juga datang menghadirinya.

            Sebelum wafat, Pak Habibie dirawat di RSPAD Gatot Subroto. Rumah sakit ini memang menjadi tempat berobat untuk para pejabat termasuk presiden dan mantan presiden beserta wakil dan keluarganya. Rumah sakit yang saya lalui saat menuju tempat kerja ini terlihat padat saat Pak Habibie masuk ke RS. Sepertinya banyak orang yang datang ingin menjenguknya.

            Sebelum dinyatakan secara resmi telah meninggal, beredar kabar tentang wafatnya Pak Habibie. Kabar hoaks itu beredar di group-group WhatsApp tanpa diketahui sumbernya dari mana. Saya sudah keburu sedih waktu mengetahui kabar itu. Lega rasanya saat tahu kabar itu ternyata tidak benar. Kelegaan itu hanya berlangsung sesaat karena tak lama kemudian Pak Habibie dinyatakan meninggal oleh keluarga dan pihak RSPAD.

            Selamat jalan Pak Habibie. Semoga karyanya selama di dunia ini menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk membangun Indonesia dengan berbasis teknologi. Semoga pula makin banyak pria yang mencintai istrinya seperti Pak Habibie mencintai Bu Ainun. {ST}

Jumat, 06 September 2019

Disuruh Pindah Tempat Duduk Karena Masih Muda




            Kemarin pagi saya menghadiri acara formal yang dihadiri oleh orang-orang yang cukup terhormat di negeri ini. Acara itu dibuat dalam sebuah ruangan besar dengan meja-meja bundar di dalamnya. Di meja-meja itu diberi tulisan siapa saja yang berhak duduk di tempat itu, ada yang untuk VIP dan juga undangan “biasa”. Saya termasuk undangan “biasa” itu. Demikian pula seorang pria muda yang sudah lebih dulu di situ.
            Tak lama kemudian, datanglah sepasang suami istri yang sudah terlihat tua. Kedua orang itu juga ingin duduk bersama di meja kami. Tentu saja kami mengizinkan karena beberapa kursi yang ada di situ memang kosong. Yang tidak saya sangka, si ibu tua itu meminta si anak muda yang sudah duluan duduk untuk pindah. Dengan sikapnya yang sama sekali tidak menghargai itu sebenarnya sudah dapat dikatakan mengusir.
            Dari meja sebelah, si anak muda yang terusir itu duduk bersama dengan ibunya. Ibunya tidak kalah tua dengan ibu yang mengusirnya. Melihat itu, saya jadi prihatin. Keprihatinan saya itu saya sampaikan kepadanya saat kami bertemu lagi. Dia mengatakan kalau dia bisa memaklumi kecerewetan si ibu tua itu.
            “Kasih aja buat yang lebih tua. Lagian masih ada tempat duduk lain,” katanya.
            Saya mengangguk-angguk saja mendengar ucapannya itu. Iya memang benar masih ada tempat duduk lain di situ. Kalau seandainya tidak ada tempat lain, mungkin akan lain ceritanya. Apalagi ibunya sendiri juga sudah tua.
            Setelah hampir dua jam lamanya bersama si ibu tua pengusir itu, saya lebih dapat memaklumi mengapa si anak muda itu memberikan tempat duduknya. Ibu tua itu berbicara tanpa henti. Sebagian topik pembicaraannya ngomongin orang. Saya tidak betah mendengarnya. Saya sempat “melarikan diri” sejenak sebelum kembali lagi ke tempat semula. {ST}  

Kamis, 05 September 2019

Pertama Kali ke Pulau Tidung




            Pulau Tidung di Kepulauan Seribu letaknya tidak terlalu jauh dari Jakarta, kota tempat tinggal saya selama ini. Namun, saya belum pernah mendapatkan kesempatan ke pulau ini. Mungkin karena jaraknya yang terlalu dekat itu, ya… Saya baru sempat mendatangi pulau ini bersama dengan teman-teman saya pada akhir bulan Agustus 2019 yang lalu.
            Pulau Tidung sebenarnya terdiri dari 2 buah pulau, yaitu Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil. Kedua pulau ini dipisahkan oleh selat sempit yang sekarang dihubungkan oleh sebuah jembatan yang dikenal sebagai Jembatan Cinta. Jembatan berwarna pink ini baru selesai pembangunannya pada tahun 2018 yang lalu. Jembatan yang menjadi ikon Pulau Tidung itu menjadi salah satu destinasi yang wajib dikunjungi.
            Untuk mencapai Pulau Tidung, saya dan teman-teman menyeberang menggunakan kapal penyeberangan tradisional. Kapal yang dimiliki oleh penduduk sekitar ini memerlukan waktu sekitar 3 jam perjalanan untuk tiba di Pulau Tidung. Selain kapal-kapal tradisional itu, ada juga kapal cepat yang hanya memerlukan waktu tempuh sekitar 1,5 jam.
            Setiba di Pulau Tidung, kami diberi sepeda sebagai alat transportasi selama di pulau ini. Sepeda itu termasuk dalam paket tur yang kami ikuti. Dengan menggunakan sepeda itulah kami menuju ke tempat penginapan kami yang berada di Pulau Tidung Besar. Sepeda itu pula yang kami gunakan untuk menuju daerah-daerah wisata.
            Tur yang kami ikuti itu berlangsung selama 2 hari saja. Di hari pertama acaranya snorkeling di laut, main di sekitar Jemabtan Cinta, mencari pemandangan Matahari terbenam, dan makan ikan bakar. Acara hari kedua dimulai sejak Matahari belum terbit. Agenda utamanya melihat Matahari terbit di ujung timur Pulau Tidung Kecil.
            Secara umum acara selama di Pulau Tidung ini cukup menyenangkan. Tempat tinggal kami, walaupun sederhana, cukup bersih dan menyenangkan. Waktu yang singkat dapat digunakan dengan optimal karena jarak yang tidak terlalu jauh. Saya membuat beberapa artikel dan cerita fiksi yang inspirasinya berasal dari kunjungan pertama saya ke Pulau Tidung ini. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini