Saya
senang sekali mendapat kesempatan berkunjung ke perbatasan RI – Papua Nugini di
Distrik Sota, Merauke. Untuk menuju ke daerah perbatasan itu, harus melalui
Taman Nasional Wasur. Dalam taman nasional di ujung timur NKRI ini ada musamus,
rumah rayap yang tingginya dapat melebihi tinggi manusia.
Ada
sebuah tugu yang didirikan sebagai penanda perbatasan negara. Tugu yang berada
di persimpangan jalan itu sebenarnya tidak tepat berada di perbatasan. Ada
tanda-tanda NKRI pada tugu itu seperti bendera merah putih dan burung Garuda
Pancasila. Perlu usaha lebih untuk memotret tugu yang berada di persimpangan
jalan itu. Sambil memotret, sesekali ada kendaraan yang lewat.
Setibanya
di garis perbatasan, pengunjung yang datang harus melapor pada para tentara
penjaga perbatasan. Saya dan rombongan juga melakukannya. Kami kemudian
ditemani seorang tentara saat berjalan-jalan di sekitar perbatasan itu.
Garis
perbatasan negara itu tidak dipagari. Kita dapat mengetahuinya dari
koordinatnya. Nah, ada yang unik tentang koordinat ini. Dahulu, saat patok
perbatasan negara dibuat, teknologi GPS belum semaju sekarang. Patok-patok yang
pernah dibuat itu ternyata letaknya tidak tepat di perbatasan negara. Karena
itu dibuatlah patok lain. Itu membuat seakan-akan ada 2 garis perbatasan
negara.
Penjagaan
perbatasan oleh TNI ini cukup baik. Selalu ada tentara yang bergantian berjaga
di tempat ini. Semua pendatang pasti akan diketahui oleh mereka dan dimintai
keterangannya. Untuk penduduk setempat, tidak selalu ditanyai. Para penjaga
perbatasan umumnya sudah mengenal penduduk setempat, baik yang warga negara
Indonesia maupun yang warga negara Papua Nugini.
Perbatasan
ini juga menjadi daerah wisata yang banyak dikunjungi oleh penduduk kota di
sekitarnya, terutama Merauke. Ada kios-kios yang menjual makanan kecil dan
suvenir di tempat ini, seperti di daerah wisata lainnya. Saya sempat membeli 2
buah tas tradisional berbahan akar.
Hal
yang paling berkesan dari perbatasan ini adalah banyaknya musamus, rumah semut
yang dihuni oleh koloni serangga. Walaupun hewan kecil ini disebut semut oleh
warga setempat, sebenarnya penghuni musamus adalah rayap. Sebuah musamus dihuni
oleh sebuah koloni. Apabila ada koloni baru, maka akan membuat rumah yang baru.
Musamus di tempat ini ukurannya bermacam-macam. Musamus yang sudah lama
tingginya ada yang mencapai 2 meter. Musamus yang baru dibuat terlihat seperti
gundukan kecil.
Saya
bertemu dengan anak-anak kecil di daerah perbatasan dan menjadi akrab dengan
beberapa di antara mereka. Anak-anak itu mengerti bahasa Indonesia, baik anak
yang warga negara Indonesia maupun yang warga negara Papua Nugini. Rupanya
mereka memang diajari berbahasa Indonesia di sekolah. Tentara-tentara yang
bergantian berjaga di sana pun sering mengajari berbahasa Indonesia.
Saat itu
saya hanya beberapa jam berada di daerah perbatasan. Waktu yang terbatas itu
tidak cukup rasanya. Kelak saya akan kembali lagi ke sana entah kapan. Biaya
yang mahal dan waktu perjalanan yang lama banget menjadi pertimbangan saya. {ST}