Keluwak
biasanya digunakan sebagai bahan untuk membuat rawon. Bumbu yang membuat
makanan berwarna hitam ini berasal dari pasta yang berada di bagian dalam
bijinya. Bijinya lebih kecil dari kepalan tangan dan keras. Untuk mengambil bagian
dalamnya, biji ini harus dipecahkan dulu. Di rumah kami, untuk memecahkan biji
ini dengan cara mengetoknya menggunakan ulekan.
Beberapa
orang teman saya tidak tahu bentuk keluwak sebelum disajikan menjadi makanan.
Ada yang mengira bentuknya cairan, ada juga yang mengira bentuknya seperti
rempah-rempah lainnya. Saya pikir pengetahuan saya sudah termasuk unggul di
antara teman-teman itu. Ternyata tidak demikian. Keluwak itu berasal dari buah
yang bentuknya sebesar kepala.
Saya melihat buah ini langsung di
tempat tumbuhnya di Tana Toraja. Keluwak banyak tumbuh di daerah pegunungan
yang sejuk itu. Keluwak juga menjadi bagian dari makanan sehari-hari penduduk
yang tinggal di sana. Ada banyak jenis makanan khas Toraja yang berbahan
keluwak.
Keluwak,
yang dalam bahasa Toraja dikenal sebagai pamarasan, dapat diolah menjadi banyak
jenis makanan. Daging buahnya dapat diolah menjadi sayur. Biji buahnya, yang
saya kenal sebagai bumbu rawon, ternyata tidak hanya untuk memasak rawon. Biji
buah ini dapat diolah menjadi berbagai macam makanan. Salah satu jenis makanan yang saya santap
bahan utamanya belut. Fauna ini memang banyak terdapat di Tana Toraja.
Keluwak
yang dikenal juga sebagai kepayang harus diolah terlebih dahulu sebelum
dijadikan bahan makanan. Keluwak yang dijadikan biji harus dijemur selama
beberapa hari untuk menghilangkan racunnya. Keluwak yang belum diolah
mengandung racun yang dapat membuat pemakannya keleyengan. Nah, dari situlah
asal-muasal istilah mabuk kepayang.
Pengetahuan
tentang keluwak ini saya tuliskan dalam media anak tempat saya numpang
berkarya. Saya yakin pasti banyak orang yang belum tahu kalau buah keluwak itu
besarnya hampir sama seperti bauh kelapa. Hitung-hitung sebagai oleh-oleh
kunjungan ke Toraja. {ST}