Saya
sering menghadiri acara yang juga dihadiri oleh anak-anak. Baik itu karena
kemauan saya sendiri ataupun karena tugas dalam pekerjaan saya sebagai redaksi
media anak. Hampir semua acara yang dihadiri anak-anak itu selalu bernuansa
riang gembira khas anak-anak. Ada juga, sih, yang agak serius seperti kegiatan
belajar.
Kebanyakan
acara anak-anak mengadakan kuis sebagai bagian dari acaranya. Ada kuis yang
berhadiah, ada juga yang buat seru-seruan saja. Beberapa tahun belakangan ini,
kuis yang paling populer adalah menyebutkan nama ikan dan nama kota di
Indonesia. Kuis ini dipopulerkan oleh pemimpin tertinggi negara ini, Presiden Jokowi.
Walaupun
kuisnya itu-itu saja, saya tidak pernah bosan menyaksikannya. Melihat ekspresi
anak-anak yang bersemangat menjawab kuis itu menyenangkan. Apalagi anak-anak
yang saya temui itu selalu berbeda. Tentunya berbeda pula reaksi mereka. Saya
sering menjadi orang yang bertepuk tangan paling keras saat ada anak yang
berhasil menjawab pertanyaan.
Pada
Peringatan Hari Anak Nasional tahun 2019 ini, saya menghadiri acara yang
dihadiri oleh ratusan anak. Kuis menjawab beberapa pertanyaan juga menjadi bagian
dari acara ini. Ada pertanyaan tentang nama ikan, nama kota, nama provinsi, dan
nama presiden. Nah, yang bagian nama presiden ini yang tidak bisa saya lupakan.
“Sebutkan
3 nama presiden Indonesiaaa!” teriak pembawa acara.
Puluhan
anak mengangkat tangannya. Pertanyaan yang menurut saya cukup mudah itu memang
sudah sepantasnya kalau banyak orang yang bisa menjawabnya. Saya jadi teringat
pada saat saya masih sekolah dulu. Menghafalkan nama presiden beserta jajaran
kabinetnya adalah kewajiban. Kalau sekedar nama presidennya dong, sih, gak usah
mikir lagi.
Seorang
anak laki-laki dipilih oleh pembawa acara untuk menjawab pertanyaan itu. Sang
pembawa acara menyodorkan pengeras suara pada anak itu, sementara tangan yang
satunya lagi memegang hadiah.
“Siapa
saja yang pernah jadi presiden Indonesia?” tanya pembawa acara itu.
Anak
itu menyebutkan dengan mantap nama seorang berinisial P.
“Oh,
bukan yang itu. Maksudnya yang pernah jadi presiden. Yang itu belum pernah jadi
presiden,” kata pembawa acara itu.
Sepertinya
pembawa acara itu terkejut mendengar
jawaban anak itu. Saya juga terkejut. Pembawa acara itu menanyakan berkali-kali
dan tetap dijawab dengan jawaban yang sama. Yang membuat saya makin prihatin
karena anak itu tidak tahu presiden yang lain. Ia tidak menjawab saat ditanya
presiden pertama yang menjadi proklamator bangsa kita. Anak itu akhirnya tidak
mendapatkan hadiah. Hadiah diberikan kepada anak lain yang dapat menjawab nama
presiden dengan benar. Dari 7 orang yang pernah menjadi presiden di republik
ini, menyebutkan 3 orang bukanlah sebuah tantangan yang berarti. Apalagi banyak
anak lain yang memberikan “bocoran” bahkan teriakan menyebut nama-nama
presiden.
Saya
dan beberapa orang dewasa yang menyaksikan tertawa-tawa melihat kuis itu. Ada
beberapa yang menggelengkan kepala. Kami tidak membahasnya, tetapi sepertinya kami memiliki pemahaman yang sama.
Anak itu mungkin tinggal di lingkungan yang mendukung salah satu calon presiden
yang belum pernah menjadi presiden itu.
Kejadian
ini tidak akan saya tuliskan dalam laporan resmi saya karena tidak ada gunanya.
Namun, saya tidak dapat melupakan kejadian itu. Saya masih prihatin pada
jawaban anak itu. Informasi yang dia terima sepertinya dibatasi oleh fanatisme
dukungan pada salah satu calon presiden. Kalaupun orang dewasa yang berada di
sekitarnya pendukung Pak P, paling tidak dia seharusnya mendapatkan informasi
kalau ada presiden sebelumnya, sebelum adanya pertikaian antara 2 kubu yang
sekarang ini. {ST}