Ana

Minggu, 30 Juni 2019

Berkunjung ke Pabrik Mobil




            Saya mendapat kesempatan untuk berkunjung ke pabrik mobil di daerah Karawang. Pabrik ini adalah salah satu pabrik mobil terbesar di Indonesia. Dari pabrik inilah sebagian besar mobil yang berada di jalan-jalan seluruh Indonesia berasal. Saya datang bersama rombongan yang sebagiannya terdiri dari anak-anak kecil.
            Sebelum memasuki pabrik, kami mendapat pengarahan tentang keamanan dan keselamatan. Saat memasuki pabrik, kami semua memakan topi yang menggunakan pengaman khusus. Kami juga harus mengenakan alat khusus untuk dapat mendengarkan panduan dari petugas pemandu. Ada banyak peraturan lainnya. Namun, yang paling saya ingat adalah tidak boleh memotret.
            Suasanan kerja seluruh pabrik ini dapat dilihat dengan mudah dari mezanin yang membentuk lorong panjang. Lorong yang berada di bagian atas ini sepertinya memang dibuat untuk memantau kinerja para pekerja pabrik di bagian bawahnya. Nah, di lorong inilah rombongan kami berjalan sambil melihat-lihat. Pemandangan pabrik di bagian bawah itu dijelaskan oleh seorang petugas yang suaranya dapat langsung kami dengar menggunakan alat bantu dengar.
            Pabrik itu ternyata menghasilkan beberapa tipe kendaraan, tidak hanya satu saja. Yang cukup menarik bagi saya ternyata di pabrik ini ada cukup banyak pekerjaan manual. Ya, pekerjaan yang dilakukan oleh manusia. Saya pikir hampir semuanya dikerjakan secara elektronik dan otomatis. Pekerjaan-pekerjaan yang dikerjakan manusia antara lain memasang karpet, memasang kursi, dan memasang tulisan logo di mobil.
            Rangka mobil yang akan dirakit diletakkan pada papan berjalan. Prosesnya dilakukan di papan itu dengan menggunakan target waktu. Target waktunya tidak tanggung-tanggung, dalam waktu 2 sampai 3 menit ada 1 mobil yang selesai dikerjakan. Bayangkan saja berapa mobil yang dihasilkan dalam seharinya. O ya, mobil-mobil yang dihasilkan di pabrik ini semuanya sudah ada pembelinya, lo.
            Saat keluar dari pabrik itu, saya memikirkan tentang polusi yang dihasilkan oleh mobil-mobil produksi pabrik itu. Mobil-mobil itu akan menghasilkan gas pencemar dan menambah macet kota-kota besar seperti Jakarta. Apakah produsen mobil ini juga memikirkan tentang lingkungan?
            Pertanyaan itu langsung terjawab saat kami kembali ke ruangan awal. Di situ juga dijelaskan kalah pabrik ini juga memiliki CSR yang mengurangi dampak jejak karbon. Ada hutan bakau di beberapa tempat, ada juga tempat untuk pelestarian burung bangau. Yeah, semoga saja upaya pengurangan karbon itu setimpal dengan polusi yang dihasilkan oleh mobil-mobil yang diproduksi pabrik itu. {ST}

Sabtu, 29 Juni 2019

Sambal Edan-Edanan




            Aneka sambal ini menjadi bagian dari upacara Mitoni yang saya hadiri. Sambal ini disajikan di atas meja bersama dengan aneka makanan lainnya. Ada banyak makanan menarik yang semuanya menyimbolkan sesuatu. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah sambal ini. Namanya sambal edan-edanan.
            Orang edan atau gila sering dikenali dengan perilakunya yang suka bicara sendiri. Nah, perilaku ngomong sendiri inilah justru yang diharapkan dari ibu yang sedang mengandung dan mengadakan upacara Mitoni. Aneh, kan?
            Berbicara sendiri ini sebenarnya dimaksudkan untuk berbicara pada janin yang ada di kandungannya. Yang dibicarakan tentang yang baik-baik seperti harapan dan juga impian sang ibu untuk anak yang dikandungnya itu. Berhubung bayinya masih ada di dalam kandungan, kelihatannya seperti sedang berbicara sendiri seperti orang edan. {ST}

Jumat, 28 Juni 2019

Bus Berasap yang Asapnya Berasal dari APAR




            Pagi ini bus Transjakarta yang saya tumpangi berasap. Saya tidak tahu sumbernya dari mana. Yang jelas asapnya putih dan membuat sesak napas. Tidak ada aroma terbakar atau hangus. Tentunya itu membuat sedikit lega. Asap itu, konon kabarnya, berasal dari APAR. Entah bagaimana caranya mengapa alat itu mengeluarkan isinya.
            Saya sangat terganggu dengan asap yang cukup tebal itu. Napas saya menjadi sesak. Saya pun berjalan ke arah pintu yang memang dibuka semua untuk menghilangkan asap. Saat pintu depan dibuka, saya juga mencoba untuk turun.
            “Tidak apa-apa, itu cuma asap APAR,” kata seseorang entah siapa. Saya tidak dapat melihat orang itu dengan jelas karena asap.
            “Saya mau turun di sini saja,” sahut saya juga entah pada siapa.
            Beberapa orang lain juga memilih turun dari bus seperti saya. Kami mengantre keluar melalui pintu depan. Nah, saat mau keluar ini, ibu yang berada di depan saya galau. Ia masih ragu-ragu apakah ikut turun atau tetap menumpang bus itu.
            “Katanya enggak terbakar, kok,” ucapnya pada saya.
            Dapat dikatakan saya agak mengabaikan ibu itu. Sambil mendorongnya sedikit, saya berkata, “Permisi, Bu. Saya mau turun,” ujar saya.
            Ibu berbadan besar itu menggeser sedikit badannya supaya saya bisa lewat, tetapi dia tidak beranjak dari pintu itu. Badannya yang besar menutupi lubang pintu dan menghalangi orang lain yang mau lewat. Kegalauan ibu ini membuat konflik baru karena banyak orang yang keberatan dengan keberadaannya di depan pintu itu. Ada beberapa orang yang menegurnya, bahkan ada yang sampai dapat dikategorikan sebagai memaki-maki.
            Berbeda dengan saya, saya sudah mantap menentukan pilihan untuk turun dari bus itu dan berganti kendaraan lain saja. Saya tetap akan mengambil pilihan ini walaupun kabarnya bus ini tidak terbakar. Saya memilih menghirup udara yang lebih segar daripada berkutat di  dalam bus penuh asap itu.
            Setelah turun dari bus itu, saya berjalan ke halte bus terdekat. Di depan saya ada beberapa penumpang lain yang sebelumnya menumpang bus yang sama dengan saya. Beberapa dari mereka meminta untuk dapat masuk ke halte tanpa membayar karena mereka turun ke jalan. Tampaknya permintaan itu tidak langsung dikabulkan. Ada perdebatan tentang pengalihan penumpang dan penumpang baru di halte. Saya lebih memilih untuk tap kartu yang artinya membayar tarif baru daripada terlibat dalam perdebatan itu.
            Setelah masuk ke dalam halte, saya  mengadukan hal ini langsung ke media sosial Transjakarta. Saya agak prihatin dengan keputusan pengemudi yang tetap menjalankan bus walapun berasap tebal seperti itu. Kelayakan kendaraan tentunya tidak hanya mesinnya saja, tetapi juga udara yang ada di dalamnya. Asap yang berasal dari “cuma APAR” itu cukup mengganggu pernapasan., tidak aman dan tidak nyaman bagi penumpang. Semoga hal yang seperti ini tidak terulang lagi. {ST}

Kamis, 27 Juni 2019

Fasilitas Anak Mengenal Satwa di Taman Margasatwa Ragunan





            Di Kebun Binatang Ragunan ada fasilitas baru yang  keren dan berguna bagi anak-anak. Fasilitas ini sebenarnya cukup sederhana tetapi tampilannya cukup menarik, terutama untuk spot foto. Saat saya berada di sana memang banyak orang yang berfoto di tempat itu.
            Ada bagian khusus anak-anak di Kebun Binatang Ragunan. Nah, di tempat inilah fasilitas ini berada. Sebenarnya ini adalah ruas jalan biasa. Di bagian atasnya digantungi dengan aneka gambar binatang berselang-seling dengan topi caping.

            Anak-anak yang berkunjung ke sini dapat melihat-lihat gambar aneka binatang. Gambar-gambar yang digantung itu bergerak-gerak karena tertiup angin. Terlihat anak-anak berlompatan di bawahnya sambil menunjuk-nunjuk ke arah gambar-gambar itu.
            Saya menuliskan tentang wahana sederhana ini di blog ini karena saya menghargainya. Menurut saya fasilitas ini adalah sesuatu yang baik. Dengan modal yang tidak terlalu besar dapat membuat sesuatu yang berguna. Anak-anak mendapat pengetahuan tentang satwa sekaligus menggerakkan badannya. {ST}

Selasa, 25 Juni 2019

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia




            Seluruh rakyat Indonesia pasti tahu bunyi sila kelima dari Pancasila yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Entah karena memang menjiwainya atau hanya karena hafal. Yang jelas inilah yang menjadi dasar negara Indonesia.
            Setelah lebih dari tujuh puluh tahun merdeka, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sepertinya belum tercapai. Sebagian mungkin sudah, sih. Dari tahun ke tahun dan seiring perjalanan waktu keadilan sosial makin meningkat.
            Beberapa orang atau kalangan, menganggap keadilan sosial adalah tugas pemerintah. Namun, tidak demikian sebenarnya cita-cita yang dirumuskan itu. Keadilan sosial harus diwujudkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Wujudnya dengan berkalu adil, menghargai karya orang lain, tidak bergaya hidup mewah, dan suka menolong orang lain. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini