Di bulan Februari 2019 ini, puisi mendadak terkenal. Padahal biasanya
hanya sedikit orang yang akrab dengan bentuk tulisan ini. Puisi yang paling
terkenal di bulan ini adalah buatan seorang petinggi lembaga negara yang
dianggap menyindir seorang ulama.
Akibat
puisi yang dibuat si orang itu, ada banyak pihak yang mendesaknya untuk meminta
maaf karena dianggap menghina seseorang. Apa judul puisinya dan siapa
pengarangnya? Cari sendiri saja, ya… Saya tidak berkenan menuliskannya di blog
saya ini.
Banyak
puisi bermunculan di bulan ini. Kebanyakan berisi sindiran entah kepada siapa.
Saya agak prihatin dengan hal ini. Contoh yang diberikan oleh si pejabat
petinggi lembaga negara itu dicontoh dan ditiru oleh masyarakat. Orang yang
tidak biasa berpuisi pun mendadak membuat puisi yang dipaksa ada rimanya.
Ada
juga seorang kenalan yang sambil lalu meminta saya membuat puisi karena dia
tahu saya penulis. Saya yang sehari-hari akrab dengan tulisan pun, tidak
terlalu akrab dengan puisi. Saya tidak terlalu ahli dan juga tidak terlalu suka
membuat puisi. Sepertinya saya lebih jago dalam perhitungan rumus kalkulus
daripada membuat puisi.
Dari
semua puisi yang saya buat, saya hanya ingat 2 di antaranya, yaitu puisi yang
pertama dan terakhir. Puisi pertama saya dibuat pada waktu masih kecil. Puisi
ini saya kirimkan ke majalah anak yang masih saya baca sampai sekarang. Puisi
terakhir saat bubaran dengan (mantan) pacar. O ya, tentu saja saya tidak
ikut-ikutan membuat puisi. Kalaupun ada, tentunya akan saya tuliskan di blog
ini. {ST}