Ana

Rabu, 20 Februari 2019

Kelas 4 SD Tetapi Belum Bisa Membaca




            Tadi pagi saya berkunjung ke sebuah sekolah di daerah Bantargebang. Daerah yang terletak di Bekasi ini merupakan tempat pembuangan sampah akhir dari warga Jakarta dan sekitarnya. Setiap harinya ada berton-ton sampah yang dikirim ke tempat ini.
            Sekolah dasar yang saya kunjungi itu memiliki perpustakaan yang bagus. Perpustakaan ini pengelolaannya bekerja sama dengan sebuah yayasan yang peduli dengan literasi. Buku-bukunya banyak dan bagus-bagus. Perpustakaan itu juga didukung oleh seorang staf yang mendukung gerakan literasi.
            Saat saya berkunjung, banyak anak-anak yang datang untuk membaca ke tempat ini. Buku-buku ini tempat ini tidak boleh dibawa keluar karena dikhawatirkan hilang atau rusak. Jadi, semua anak yang membaca berkumpul di tempat ini. Ada yang membaca dengan hening. Ada juga yang membaca dengan bersuara.
            “Yang itu baru bisa membaca pas kelas 4,” ucap staf perpustakaan tersebut.
            “Hah? Kok, bisa?” tanya saya.
            Bagi kebanyakan anak, kelas dan umur selalu berpasangan secara linear. Misalnya anak yang berusia 7 tahun sudah pasti kelas 1. Anak yang berusia 10 tahun sudah pasti kelas 4. Itu untuk anak kehidupannya “normal”. Di negara ini, kemampuan membaca diajarkan di kelas-kelas awal. Kemampuan membaca diajarkan di kelas 1 SD. Bahkan ada juga anak-anak yang sudah diajarkan untuk membaca sebelum memasuki sekolah dasar. Kalau sudah duduk di kelas 4, membaca bukan lagi menjadi sesuatu yang pokok. Seharusnya semua anak kelas 4 sudah bisa membaca. Karena itu saya sangat terkejut ketika mendengar ada anak kelas 4 yang baru belajar membaca. Lebih mengejutkan lagi karena kejadian itu terjadi tak jauh dari ibu kota negara ini.
            Dari kunjungan itu, saya baru tahu ada anak yang boleh naik kelas walaupun belum bisa membaca. Entah apa yang menjadi alasannya. Mungkin karena kepantasan usia. Entah bagaimana pula caranya anak-anak ini mengikuti pelajaran di kelas.
            Dengan adanya perpustakaan dan taman bacaan di sekolah ini, minat baca anak-anak di situ meningkat. Anak-anak yang sebelumnya tidak bisa membaca ikut belajar membaca dan akhirnya menyukai kegiatan membaca. Tentunya ini adalah sesuatu yang layak disyukuri. Semoga saja makin banyak anak-anak Indonesia yang bisa membaca dan wawasannya menjadi terbuka. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini