Suatu
pagi saat sedang berjalan di jembatan penyeberangan, ada keributan di bawah
saya. Ada beberapa kendaraan berhenti. Ada juga yang memelankan lajunya. Di
tengah-tengah keributan itu, ada seorang perempuan yang berjalan menuju tepi
jalan. Di tangannya ada seekor kucing. Sepertinya kucing itu sudah tak bernyawa
lagi.
Siangnya,
saya melewati tempat itu lagi. Saya sebenarnya sudah tidak ingat lagi peristiwa
kucing yang tertabrak tadi pagi. Saya baru teringat saat melihat badan kucing
itu di tepi jalan yang saya lewati. Kucing itu memang sudah tak bernyawa.
Namun, badannya belum mengeluarkan bau. Semoga saja petugas kebersihan segera
membawa jasadnya,
Mengingat
perempuan yang membawa jasad kucing itu ke tepi, saya menduga bahwa ia
penyayang binatang. Bagi beberapa penyayang binatang, rasanya memang tidak tega
melihat binatang yang sekarat di jalan. Ada juga, sih, yang tega-tega aja. Saya
pernah mengenal orang yang memang sengaja melindas binatang yang ditemukannya
terbaring di jalan. Apalagi kalau binatang itu sejenis tikus, ular, dan kodok.
Saya
sendiri mungkin akan tergerak untuk memindahkan jasad binatang seperti anjing
dan kucing. Kalau tikus, ular, dan kodok, mungkin saya akan membiarkannya saja
tergeletak. Anjing dan kucing sudah dikenal sebagai binatang peliharaan yang
menjadi sahabat baik manusia. Walaupun tidak memiliki anjing dan kucing
sendiri, saya tetap tidak tega melihat anjing dan kucing yang tertabrak di
jalanan. {ST}