Sudah
berbulan-bulan saya berambut panjang. Rambut panjang saya itu mencapai punggung
melewati tali bra. Rambut yang tebal itu biasanya saya jepit atau saya ikat.
Kadang-kadang saya kepang.
Memiliki
rambut panjang bukan murni keinginan saya. Sebenarnya saya tidak sempat ke
salon untuk memotong rambut. Setiap hari kerja sana pulang malam. Di akhir
minggu hampir selalu ada kegiatan. Saya juga tidak terlalu berniat memotong rambut
saya. Tidak terlalu menjadi prioritas karena dengan rambut panjang pun saya
tetap dapat hidup tenang dan nyaman.
Pada
pertengahan bulan Desember 2018, akhirnya saya sempat juga ke salon untuk
memotong rambut. Mas Mul, orang yang biasa memotong rambut saya, sampai heran
melihat rambut saya yang sangat panjang itu. Dia mengomentari rambut saya itu
sesaat setelah memasangkan jubah potong rambut ke saya.
Sesaat
setelah saya menunjukkan panjang rambut yang saya inginkan, langsung terdengar
bunyi kres kres kres. Rambut saya dipotong. Tak lama kemudian, di bagian bawah
kursi saya ada tumpukan hitam rambut. Itu semua rambut saya yang baru saja
dipotong. Kepala saya terasa agak ringan.
Saya
menatap ke arah cermin selama rambut saya dikeringkan dan diblow. Saat semuanya
sudah selesai, terlihat wajah saya agak sedikit berbeda. Rambut yang berbeda
model membuat wajah saya agak berbeda walaupun orangnya sama saja. Terlihat
lebih segar.
Anehnya,
di saat yang sama, saya juga merasa menyesal telah memotong rambut. Ini adalah
sesuatu yang aneh, baru kali ini terjadi. Biasanya tidak ada perasaan sama
sekali. Potong rambut bagi saya sama seperti potong kuku. Sesuatu yang rutin
dilakukan dan tidak perlu dipikirkan. {ST}