Suatu
pagi saat sedang menunggu bus di halte dekat rumah, ada bunyi keributan yang
mengundang perhatian saya. Di pintu masuk halte, ada sepasang orang dewasa
dengan 2 orang anak. Mereka mau masuk melewati pintu palang. Setelah mencoba
tap kartu berkali-kali, penanda pintu tak kunjung berubah menjadi hijau.
Sepertinya saldo di kartu elektronik yang mereka gunakan itu tidak cukup.
“Ayo
masuk sana. Lewat bawah sini,” kata ibu itu pada anak laki-lakinya.
Anak laki-laki
itu umurnya sekitar 10 atau 11 tahun. Ia segera menuruti ibunya. Sambil
menunduk, ia menerobos palang pintu itu. Saat itu saya tercengang melihat ulah
mereka. Ibu itu mengajarkan anaknya berbuat curang.
Tak
lama kemudian si ibu memberikan barang bawaannya kepada anaknya. Kemudian ia
juga menunduk dan menerobos di bawah palang. Kali ini saya benar-benar menganga
melihatnya. Si ibu itu juga melakukan kecurangan yang sama. Saat berada di
dalam halte, ibu itu bertindak biasa saja. Sepertinya tidak ada rasa bersalah
pada diri mereka. Seakan-akan itu adalah hal yang biasa mereka lakukan. Saya
menjadi prihatin melihatnya.
Di
halte itu biasanya ada petugas yang berada di dekat pintu masuk. Petugas ini
kadang-kadang menyapa calon penumpang dengan ramah. Kadang-kadang mereka
mengawasi orang yang sedang tap kartu. Ada juga petugas yang membantu orang
yang masih gagap menggunakan teknologi tap kartu. Ada juga yang hanya sekedar
berdiri tetapi sibuk sendiri dengan telepon genggamnya.
Kadang-kadang
saya agak risi dengan para petugas yang terlihat mengawasi orang yang sedang
tap kartu. Menurut saya itu adalah sesuatu yang tidak perlu dilakukan. Namun,
sekarang saya berubah pikiran saat melihat keluarga yang menerobos pintu masuk
halte itu. Sebaiknya memang ada petugas yang berjaga-jaga di dekat pintu masuk.
{ST}