Ana

Kamis, 25 Oktober 2018

Ubud, Kota Kecil Penuh Seni




            Ubud telah lama dikenal sebagai kota seni. Di tempat ini kesenian berkembang pesat selama ratusan tahun. Konon kabarnya penghuni Ubud yang sekarang adalah keturunan para seniman yang hijrah dari Pulau Jawa. Mereka sudah memiliki bakat seni sejak lahir. Bakat itu ditambah dengan dukungan dari penguasa Ubud.
            Di kota kecil ini ada banyak orang yang berkarya di bidang seni, seperti pelukis, penari, pemusik, pemahat, dll. Informasi itu saja sudah cukup menarik bagi saya untuk mendatangi kota ini. Saya memang memasukkan Ubud menjadi salah satu tempat impian saya untuk didatangi. Kunjungan ke Ubud baru kesampaian pada akhir bulan Oktober 2018 ini. Saya berada di Ubud dari tanggal 23 sampai 29 Oktober 2018.
            Selama beberapa hari tinggal di Ubud, saya tinggal di sebuah rumah homestay yang nyaman dan tenang. Rumah ini jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari pusat kota. Jarak segitu, sih, masih terjangkau dengan berjalan kaki. Saya memang merencanakan untuk berjalan kaki di kota ini.
            Rumah itu sendiri sudah merupakan seni di mata saya. Rumah berarsitektur gaya Bali itu terbagi menjadi beberapa bangunan yang dipisahkan oleh taman. Di taman ada beberapa ornamen seni. Di bagian depannya, ada pura. Setiap rumah orang Hindi di Bali memang memiliki pura. Hiasan dan ukiran di rumah itu benar-benar menghibur bagi saya.
            Bagi seorang yang mengagumi lukisan, ada banyak tempat yang layak didatangi di Ubud. Saya sudah membuat listnya di buku catatan yang saya bawa ke sana. Untuk tempat lukisan saja ada antara lain Museum Puri Lukisan, Museum ARMA, Museum Neka, dan Museum Antonio Blanco. Belum lagi ditambah beberapa rumah pelukis yang boleh didatangi orang dan lukisannya boleh dilihat secara gratis.
            Dari beberapa museum itu, saya hanya berkesempatan mendatangi Museum Antonio Blanco. Cerita tentang itu akan saya muat dalam tulisan tersendiri di blog ini. Untuk yang lainnya, belum saya kunjungi. Ada juga yang pernah saya kunjungi, tetapi karena keterbatasan waktu, saya tidak sampai masuk ke dalam lukisan dan melihat-lihat.
            Seni juga terlihat dan terasa di penjuru kota Ubud. Galeri seni kecil yang memamerkan dan menjual lukisan bertebaran di mana-mana. Kios-kios kecil lainnya pun terlihat penuh dengan benda-benda seni. Yang tidak kalah pentingnya adalah cara hidup orang Bali yang tinggal di Ubud. Menurut saya, cara hidup mereka juga sekaligus berkesenian.
            Hampir setiap hari ada pertunjukan di Ubud. Pertunjukan paling sering diadakan di Puri Ubud. Saya berkesempatan melihat Tari Legong di tempat ini. Di beberapa tempat lainnya juga kerap diadakan pertunjukan. Tiket pertunjukan itu dijajakan di pinggir jalan kapada turis yang lewat. Di tiket itu sudah ada penjelasan dalam bahasa Inggris tentang pertunjukan apa yang akan diadakan.
            Saya cukup menikmati berjalan kaki di Ubud. Keindahan kotanya membuat saya tidak terlalu merasakan rasa pegal di betis saya. Kota ini pun aman bagi pejalan kaki dan perempuan. Informasi ini saya dapatkan dari beberapa orang Bali. Ubud memang aman bagi turis, termasuk bagi perempuan yang pergi sendirian. Orang-orang Ubud sadar akan pentingnya keamanan bagi turis yang datang dan memberikan pemasukan bagi mereka. Tentu saja hal ini adalah sesuatu yang pantas untuk disyukuri.
            Pada hari terakhir di Ubud, saya merasa agak sedih. Beberapa hari di sana rasanya sudah kaya sudah laam tinggal di sana. Apalagi saya suka kotanya. Betah rasanya di kota kecil penuh seni yang aman itu. Suatu saat nanti, saya akan ke sana lagi. Kali ini hanya khusus datang untuk menjelajah dan menikmati keindahan Kota Ubud, kota kecil yang penuh seni itu. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini