Saya
sekarang cukup sering naik bus Transjakarta. Hampir setiap hari saya
menggunakan moda transportasi ini apabila tidak terburu-buru. Hampir setiap
hari pula saya melewati halte yang sama. Halte paling dekat dari rumah saya
dapat dicapai dengan berjalan kaki sekitar 15 menit.
Berhubung
hampir setiap hari melewati jalan yang sama, saya mengenal beberapa orang yang
juga berkegiatan di sekitar jalur itu. Walaupun belum mengenal namanya, saya
mengenal wajahnya. Ada penyapu jalan yang rajin membersihkan jalan, ada anak
kecil yang suka main mobil-mobilan, ada ibu berkerudung yang saya tidak tahu
apa kegiatannya di trotoar setiap pagi, ada juga petugas parkir di sebuah bank
yang suka menyapu.
Suatu
hari, ada orang-orang berbeda dalam perjalanan saya itu. Saya bertemu dengan 3
orang remaja di lorong jembatan menuju ke halte Transjakarta. Ketiga remaja itu
duduk di lantai sambil menadahkan tangannya. Ya, mereka sedang meminta-minta.
Mereka duduk berseberang-seberangan. Tak jauh dari mereka tergeletak gitar kecil.
“Bu,
minta duit, Bu,” kata anak yang pertama saat saya lewat.
Saya
mengernyitkan dahi tanda tak suka. Saya agak terganggu karena anak itu duduk
agak di tengah lorong, agak menghalangi jalan. Saya juga merasa agak terganggu
karena ada orang asing di jalan yang biasa saya lewati. Saya mengabaikan
permintaan anak itu dan segera berlalu.
Beberapa
langkah kemudian saya bertemu dengan anak yang kedua. Anak ini juga meminta
duit. Permintaannya disampaikan dengan galak, seperti memalak. Saya pun berlalu
dengan cuek. Sepertinya saya sempat melangkahi kakinya yang sengaja merintangi
jalan itu.
Saya
terus berjalan cepat tanpa menghiraukan permintaan anak ketiga yang sama saja
mau minta duit. Anak yang ketiga ini menghentakkan kakinya saat saya
melewatinya. Anak yang kedua sepertinya mau mengejar saya. Saya pun refleks
berlari.
Setelah
saya tahu mereka tidak mengejar, saya melihat ke arah mereka. Mereka semua
duduk di posisi semula dengan tangan menadah ke atas. Sepertinya mereka
menunggu orang lewat yang berikutnya. Saya segera meninggalkan lorong itu dan
menuju ke halte.
Sembari
menunggu, saya menyesal tidak memotret mereka. Saya berniat mengadukan
perbuatan mereka yang mengganggu itu ke pihak berwenang. Sekarang ada banyak
fasilitas bagi masyarakat untuk ikut terlibat dalam ketertiban. Informasi dari
masyarakat itu kemudian akan ditindaklanjuti oleh orang-orang yang berwenang.
Esoknya,
saya melewati lorong yang sama lagi. Kali ini saya menyiapkan kamera, baik yang
ada di telepon genggam, maupun kamera poket. Saya menyiapkan kedua alat rekam
itu di tempat yang terjangkau oleh tangan saya. Saya berniat untuk menangkap
basah perbuatan mereka. Ternyata ketiga anak remaja itu tidak ada di sana. {ST}