Saya
dan keluarga penggemar rujak cingur. Perkenalan kami dengan menu makanan khas
Madura ini karena di tempat tinggal kami dulu, di kota Palangkaraya, ada yang
menjajakannya secara keliling. Penjajanya, seorang perempuan setengah baya yang
kami panggil dengan sebutan Bibi itu berasal dari Madura.
Rujak
cingur berbeda dengan kebanyakan rujak yang berbahan buah. Rujak cingur
berbahan kangkung, lontong/ketupat, tahu, tempe, nanas, mangga, dan tentu saja
cingurnya. Cingur itu bagian wajah dari sapi yang rasanya agak kenyal. Semuanya
itu dicampur dengan menggunakan bumbu petis berwarna hitam.
Secara
tampilan, rujak cingur tidak menarik sama sekali. Campurannya yang tak
beraturan dan berwarna hitam itu tidak menarik secara visual. Kebayang, deh,
kalau harus dimasukkan dalam majalah. Harus banyak hiasannya supaya terlihat
menarik. Daya tarik rujak cingur ada di rasanya. Bumbu petis yang asin, manis,
gurih itu terasa sangat sedap setelah tercampur dengan bahan-bahan lainnya.
Saya
hampir selalu memesan menu rujak cingur apabila mampir di rumah makan yang
menyediakannya. Saya menemukan beberapa tempat yang menjual rujak cingur di
Jakarta. Ada yang rasanya sedap. Ada juga yang biasa aja. Yang harganya paling
mahal justru yang rasanya paling tidak enak. Setiap menyantapnya, kembali saya
teringat pada rujak cingur yang dijual keliling oleh Bibi. {ST}