Media sosial Instagram awalnya diciptakan untuk berbagi foto. Situs ini
perkembangannya cukup baik, atau malah dapat dikatakan sangat baik. Sekarang
ada banyak sekali penggunanya. Sampai-sampai sekarang ada selebriti yang
terkenal karena Instagram yang dikenal dengan sebutan selebgram. Fiturnya pun
makin berkembang. Tidak hanya foto-foto saja, ada juga story dan TV.
Saya
juga termasuk pengguna Instagram. Media sosial ini cukup sering saya lihat
dalam keseharian. Namun, ada kalanya saya bosan melihat terlalu banyak visual.
Dapat dikatakan saya bukan penggemar berat media sosial ini.
Pada
posting di Instagram, biasanya ada caption yang dilengkapi dengan tanda pagar
(#). Caption foto itu tidak hanya sekedar judul. Ada juga yang cukup panjang
sampai-sampai dapat dikatakan sebagai artikel. Sepertinya caption yang seperti
itulah yang umum di Instagram.
Saat
posting di Instagram, saya jarang menggunakan caption yang panjang.
Kadang-kadang saya hanya mengetikkan beberapa kata, kadang-kadang beberapa
kalimat. Pernah juga hanya tagarnya saja. Saya rasa fotonya sendiri sudah
“berbicara” sehingga tidak perlu lebih banyak “dikata-katai”.
Rupanya
kebiasaan caption saya yang tidak terlalu panjang itu menarik perhatian
beberapa orang kenalan saya. Mereka menghubungkan caption itu dengan keseharian
saya yang tidak terlalu banyak bicara. Tidak terlalu banyak bicara dianggap
tidak terlalu banyak mengetik caption. Saya hanya mengangguk-angguk
mendengarnya. Terus terang itu baru kepikiran, sih. Alasan sebenarnya ya karena
fotonya sendiri sudah “berbicara” itu.
Tentang
tidak banyak bicara berarti tidak banyak mengetik? Nah, yang ini salah besar.
Mungkin saya mengetik jauh lebih banyak daripada orang-orang yang membuat
caption panjang-panjang itu. Selain rutin membuat catatan harian (beberapa di
antaranya dimuat di blog ini), saya juga rutin berkarya di media anak nasional.
{ST}