Ana

Jumat, 29 Juni 2018

Mondolan Blangkon


            Apabila diperhatikan, di bagian belakang blangkon ada tonjolan yang disebut mondolan. Mondolan ini hanya terdapat apda blangkon dari Jogja. Blangkon dari daerah lain tidak ada mondolannya. Blangkon dari Solo bentuknya agak mirip tetapi mondolannya tidak menonjol alias rata.
            Mondolan di blangkon Jogja itu saya anggap sebagai ciri khas untuk membedakannya dengan penutup kepala dari daerah lain. Baru belakangan ini saya tahu latar belakang dari mondolan. Mondolan ternyata dulunya ada fungsinya, lo. Dahulu, mondolan ini terbentuk dari rambut panjang pemakainya. Rambut panjang itu supaya rapi dibungkus dengan kain penutup kepala di tengkuk. Kalau sekarang, sih, mondolan hanya sekedar hiasan sekalian sebagai ciri khas. {ST}

Rabu, 27 Juni 2018

Tas Kertas yang Bolong




            Saat mengunjungi Pekan Raya Jakarta, saya hampir selalu belanja. Pada acara yang diadakan tiap tahun ini memang selalu ada banyak penawaran dengan harga khusus. Harga khusus itu tentu saja lebih murah dibandingkan dengan harga biasanya. Kadang-kadang saya sudah menyiapkan tas kain besar dari rumah. Tas kain itu untuk membaca aneka belanjaan saya sehingga saya tidak perlu membawa aneka kantong plastik kecil lagi. Tentu saja saya juga menyiapkan uang yang cukup untuk berbelanja.
            Pada tahun 2018, saya beberapa kali mengunjungi PRJ. Ada yang bersama teman, ada juga yang sendirian. Kalau bersama teman, kadang-kadang saya tidak telalu niat untuk belanja karena tidak ingin terpisah dari rombongan. Namun, kadang kala saya tergoda juga untuk belanja. Seperti yang terjadi dengan saya saat membawa tentengan ini.
            Salah satu produk yang hampir selalu ada penawaran promo diskon adalah produk Body Shop. Produk perawatan tubuh asal Inggris ini juga sering saya gunakan. Saya menggunakan lip balm, body butter, dan parfum dari brand ini. Di PRJ, Body Shop tersebar di bebeapa tempat. Saya yang awalnya sudah merasa cukup, akhirnya tergoda juga untuk membeli beberapa produk. Untuk membawa produk-produk itu, saya diberi kantong kertas ukuran besar.
            Setelah berjalan dari tempat itu, saya kembali tergoda untuk membeli beberapa barang. Karena ukurannya yang kecil, saya memasukkan barang-barang yang baru saya beli itu dalam kantong kertas yang ukurannya besar. Walaupun bobotnya bertambah, saya tidak merasa bebannya berat karena memang barangnya ringan-ringan saja. Namun, ternyata tas kertas itu tidak kuat menahan beban sebanyak itu. Tas kertas itu robek tanpa saya ketahui. Saya baru menyadarinya saat berada di rumah.
            Melihat tas kertas yang robek itu, saya segera memeriksa barang belanjaan saya. Barang-barang yang saya beli walaupun ukurannya kecil, harganya cukup mahal. Lumayan juga kalau sampai kehilangan. Saya bersyukur ternyata tidak ada barang belanjaan saya yang jatuh dan hilang. {ST}

Selasa, 26 Juni 2018

Caption Instagram yang Segitu Doang


            Media sosial Instagram awalnya diciptakan untuk berbagi foto. Situs ini perkembangannya cukup baik, atau malah dapat dikatakan sangat baik. Sekarang ada banyak sekali penggunanya. Sampai-sampai sekarang ada selebriti yang terkenal karena Instagram yang dikenal dengan sebutan selebgram. Fiturnya pun makin berkembang. Tidak hanya foto-foto saja, ada juga story dan TV.
            Saya juga termasuk pengguna Instagram. Media sosial ini cukup sering saya lihat dalam keseharian. Namun, ada kalanya saya bosan melihat terlalu banyak visual. Dapat dikatakan saya bukan penggemar berat media sosial ini.
            Pada posting di Instagram, biasanya ada caption yang dilengkapi dengan tanda pagar (#). Caption foto itu tidak hanya sekedar judul. Ada juga yang cukup panjang sampai-sampai dapat dikatakan sebagai artikel. Sepertinya caption yang seperti itulah yang umum di Instagram.
            Saat posting di Instagram, saya jarang menggunakan caption yang panjang. Kadang-kadang saya hanya mengetikkan beberapa kata, kadang-kadang beberapa kalimat. Pernah juga hanya tagarnya saja. Saya rasa fotonya sendiri sudah “berbicara” sehingga tidak perlu lebih banyak “dikata-katai”.
            Rupanya kebiasaan caption saya yang tidak terlalu panjang itu menarik perhatian beberapa orang kenalan saya. Mereka menghubungkan caption itu dengan keseharian saya yang tidak terlalu banyak bicara. Tidak terlalu banyak bicara dianggap tidak terlalu banyak mengetik caption. Saya hanya mengangguk-angguk mendengarnya. Terus terang itu baru kepikiran, sih. Alasan sebenarnya ya karena fotonya sendiri sudah “berbicara” itu.
            Tentang tidak banyak bicara berarti tidak banyak mengetik? Nah, yang ini salah besar. Mungkin saya mengetik jauh lebih banyak daripada orang-orang yang membuat caption panjang-panjang itu. Selain rutin membuat catatan harian (beberapa di antaranya dimuat di blog ini), saya juga rutin berkarya di media anak nasional. {ST}

Senin, 25 Juni 2018

Rumah yang Menempel pada Tongkonan

Rumah yang menempel pada tongkonan

            Saya pernah menginap di rumah tongkonan, rumah adat Toraja. Rumah tongkonan yang terbuat dari kayu itu terdiri dari 3 ruangan yang sudah diatur tata cara penggunaannya. Padahal, gaya hidup zaman sekarang belum tentu terakomodasi dengan 3 ruangan yang terbatas itu.
            Beberapa rumah tongkonan yang dihuni, dilengkapi dengan bangunan lain yang menempel padanya. Bangunan yang menempel ini ada yang bergaya rumah Bugis, ada juga yang tidak ada gayanya sama sekali. Bangunan itu buat aneka kegiatan yang tidak dapat dilakukan di rumah tongkonan. Di rumah tongkonan yang pernah saya inapi, bangunan yang menempel di sebelahnya digunakan sebagai ruang kamu, kamar tidur, dan dapur. Toilet dan kamar mandi berada di bangunan yang terpisah.
            Beberapa rumah tongkonan lainnya, tidak dihuni. Rumah ini ada hanya sebagai simbol budaya. Rumah itu dijaga dan selalu dibersihkan secara teratur. Akan tetapi tidak ada orang yang sehari-harinya tinggal di situ. Orang yang menjaganya biasanya tinggal di dekat situ juga, di rumah “biasa”, yang tidak berbentuk tongkonan.
            Setelah meninggalkan Toraja, saya kemudian mencari lebih banyak informasi tentang adat istiadat dan juga bentuk rumahnya yang menarik. Tongkonan memang masih dilestarikan. Namun, banyak juga orang Toraja yang tidak lagi membuat rumahnya dalam bentuk tongkonan. Kepraktisan dan fungsional menjadi sebagian alasannya. Saat ini sudah umum bagi setiap penghuni rumah untuk memiliki kamar pribadi. Sedangkan tongkonan yang hanya memiliki 3 ruangan yang sudah ditentukan penggunaannya tentu tidak mencukupi.
            Rumah yang menempel pada tongkonan sekilas memang terlihat “merusak” tongkonan. Namun, di sisi lain, adanya rumah tempelan itu membuat tongkonan yang menempel padanya lebih lestari. Bentuk dan fungsinya tetap terjaga seperti yang sudah diatur oleh adat istiadat. {ST}

Minggu, 24 Juni 2018

Maling Menjelang Lebaran




            Entah mengapa dari tahun ke tahun di negeri ini ada fenomena yang sama. Saat menjelang lebaran, banyak terjadi pencurian. Pencuri atau maling beraksi di mana-mana tanpa kenal waktu.
            “Hati-hati, sebentar lagi lebaran” sering dijadikan kalimat peringatan pada saat-saat menjelang lebaran. Saya harus bersyukur karena tidak pernah menjadi korban pencurian. Namun, fenomena ini mengganggu saya. Apalagi bulan sebelum lebaran dianggap sebagai bulan yang suci bagi sebagian besar penduduk negara ini.
            “Hati-hati menjaga barang bawaan. Apalagi sekarang sudah THR!” ujar seorang petugas bus.
            Tanpa saya inginkan, otak saya memikirkan hal ini. Pencurian tentunya terjadi karena sang pencuri tidak memiliki apa yang ingin dicurinya. Biasanya yang dicuri adalah barang-barang berharga yang dapat ditukar dengan uang. Semoga saja suatu saat nanti yang kaya beginian tidak terjadi lagi di tanah air. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini