Ana

Kamis, 24 Mei 2018

Pengalaman Pertama Ketinggalan Pesawat




            Saya baru satu kali ketinggalan pesawat. Pengalaman ini sangat menguras emosi. Saya harap ini adalah kali pertama dan terakhir untuk ketinggalan pesawat. Kapok!
            Ketinggalan pesawat kali ini karena perhitungan waktu yang kurang cermat dan juga ada insiden bus mogok. Ceritanya dapat dibaca di postingan di bawah ini.
Baca juga: Bus Damri ke Bandara yang Mogok
            Saat jadwal penerbangan makin dekat (atau sudah lewat), saya diminta untuk datang ke customer service. Di sini saya masih meminta tolong untuk dapat ikut terbang. Setelah tahu bahwa itu tidak mungkin, maka saya meminta untuk dijadwalkan pada penerbangan berikutnya.
            “Kalau itu mbaknya harus bayar biaya tiket lagi,” kata petugas itu.
            “Kalau itu, sih, bukan dijawalkan lagi namanya,” tanggap saya sewot.
            “Ada pengembalian 10 persen, kok. Tapi kalau ditambah beli tiket barunya harganya ya hampir sama saja,” kata petugas berdandan menor itu. Dia sepertinya bosan dengan pekerjaannya.
            Saya terus terang saja tidak terlalu suka menerima kabar itu. Namun, saya tetap berusaha sopan walaupun nyaris tak tahan menghadapi petugas itu.
            “Apa tidak ada solusi lain?” desak saya.
            “Ya cuma itu. Lagian, kan, mbak yang salah terlambat datang,” jawabnya lagi dengan lebih serius.
            Kali ini saya betulbetul tidak tahan. Walaupun saya tahu bahwa saya terlambat datang, petugas customer service tidak seharusnya berbicara seperti itu. Sebenarnya dia dapat menyampaikannya dengan lebih baik, kok, kalau mau. Mungkin yang seperti ini dapat diadukan karena melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan, ya. Kalau memang tidak mampu menangani customer dengan cara yang baik sebaiknya tidak bekerja di bagian customer service.
            Saya tinggalkan loket dan si mbak menor itu. Saya tidak dapat berpikir jernih karena marah. Saya juga merasa tertekan karena seharusnya saya berangkat bersama beberapa teman dan saya yang menjadi pemandunya. Saya menelpon adikadik saya untuk menenangkan diri. Syukurnya, mereka punya solusi untuk masalah saya. Mereka membantu saya mencari penerbangan dari maskapai lain.
            Penerbangan dengan maskapai lain ternyata sudah tidak ada tempat lagi. Akhirnya saya tetap menggunakan maskapai yang sama. Jadwal penerbangannya selisih 8 jam dari jadwal sebelumnya. Kali ini saya tidak akan terlambat karena saya tidak meninggalkan bandara. Saya bahkan tidak meninggalkan ruang tunggu selagi menunggu penerbangan yang kedua itu. Sekali lagi, saya kapok ketinggalan pesawat. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini