Saat
ini ada banyak tempat makan dan minum swalayan. Pengunjung memesan makanan,
membayar tagihan, dan membawa makanannya sendiri ke meja. Untuk di Indonesia,
proses swalayannya kebanyakan selesai sampai di situ. Di beberapa tempat,
proses swalayan masih berlanjut sampai proses membersihkan meja.
Sekarang
ada beberapa tempat yang sepertinya ingin membudayakan membersihkan meja
sendiri. Selain menempatkan tulisan, mereka juga memberikan tempat untuk
menempatkan peralatan makan yang sudah digunakan beserta dengan tempat sampah.
Membudayakan
hal seperti ini memang perlu waktu. Di beberapa tempat yang saya kunjungi,
belum semua pengunjung membersihkan mejanya sendiri. Masih banyak yang
meninggalkan bekas makannya dengan sembarangan.
Beberapa
kenalan saya membandingkan kebiasaan itu dengan di luar negeri. Biasanya yang
dimaksud dengan luar negerinya mereka adalah Amerika Serikat, Singapura, atau
Australia. Kadang-kadang saya agak jengah mendengarnya karena pembandingan ini
biasanya juga disertai dengan mencela kebiasaan beberapa oknum bangsanya
sendiri. Lagi pula tidak semua luar negeri lebih baik daripada Indonesia. Coba
aja bandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya.
Mengapa
saya katakan beberapa oknum? Karena memang tidak semua orang Indonesia memiliki
budaya meninggalkan bekas makannya sembarangan seperti itu. Saya berusaha untuk
tidak semikian. Ada banyak budaya Indonesia yang menempatkan urusan makanan
sebagai urusan yang serius. Urusan makan itu tidak hanya bagian memasukkan
makanan ke dalam mulut saja. Urusannya dimulai sejak menyiapkan makanan,
menyajikan, memakannya, sampai membereskan sisa-sisanya.
Pada
adat Dayak, urusan beres-beres makanan adalah urusan keluarga besar yang
mengadakan acara. Saya masih ingat waktu kecil dulu saat menghadiri acara
keluarga, setelah itu kami masih tinggal untuk memunguti piring-piring dan
membawa ke tempat cucian. Kadang-kadang saya juga ikut mencuci piringnya
bersama beberapa perempuan lainnya.
Berhubung
sering ikut memunguti piring dan gelas bekas pakai, maka saya pun sering
menempatkan piring dan gelas yang saya gunakan di tempat yang sudah disediakan.
Anak-anak sekarang kabarnya sudah tidak lagi mendapat kewajiban ikut
beres-beres. Mungkin karena makanannya disediakan oleh katering. Tanggung jawab
beres-beres pun menjadi tanggung jawab pengelola katering.
Dalam
adat Batak, urusan beres-beres bahkan ada pengaturannya tersendiri. Baik di
Batak Toba dan Batak Karo, sudah ada ketentuan siapa yang akan “marhobas”,
mengurusi urusan beres-beres.
Kembali
lagi kepada budaya membersihkan meja secara swalayan, saya yakin itu bisa
dilakukan di Indonesia. Walaupun tidak mudah, tetapi itu adalah sesuatu yang
mungkin untuk dilakukan. Untuk hasil yang lebih baik, tentunya harus dilakukan
bersama-sama. Saya akan berusaha membereskan meja saya sendiri terutama apabila
memang ada fasilitasnya. Saya juga akan mengajak orang-orang lainnya, termasuk
siapa saja yang kebetulan nyasar ke blog ini. {ST}