Kemarin
malam saya pulang menggunakan bus transjakarta. Bus itu tidak terlalu penuh.
Setelah beberapa halte, penumpangnya bahkan makin sedikit lagi. Pemandangan ini
adalah salah satu yang dapat disyukuri saat perjalanan pulang kerja. Biasanya tempat
duduk hampir selalu penuh. Kadang-kadang banyak pula yang berdiri.
Orang
yang awalnya duduk di sebelah saya memilih pindah ke tempat duduk paling ujung.
Dia segera bersandar ke pinggir dan tidur. Beberapa lainnya juga memilih tempat
duduk yang dianggap lebih nyaman. Saya yang sedang membaca buku tidak pindah
tempat duduk. Tempat duduk saya sudah cukup nyaman.
Setelah
beberapa saat, bus yang saya tumpangi itu berhenti. Awalnya saya tidak sadar
karena asyik membaca. Setelah beberapa lama, ada beberapa orang yang melintas
di depan saya. Mereka mengarah ke depan bus. Rasanya, kok, ada yang janggal,
ya. Biasanya yang berjalan bolak-balik hanya petugas bus atau saat ada yang mau
turun.
Tak
lama kemudian perhatian seluruh penumpang terarah ke bagian depan bus. Di depan
bus itu ada sebuah mobil putih yang berhenti. Di sekitarnya ada beberapa orang
yang marah-marah. Pengemudi dan kondektur bus berada di hadapan mereka. Melihat
pemandangan itu, sudah dapat ditebak kalau ada konflik antara pengemudi bus dan
mobil itu. Saya menduga kuat telah terjadi tabrakan.
Saya
dan penumpang lainnya menanti cukup lama sampai akhirnya beberapa orang
kehilangan kesabaran. Bus itu berhenti terlalu lama. Ketidaknyamanan itu masih
ditambah dengan hiruk pikuk bunyi klakson di luar. Rupanya bus dan mobil itu
berhenti tak jauh dari putaran. Akibatnya, terjadi kemacetan yang cukup parah.
Saya
dan beberapa penumpang ikut-ikutan melihat ke depan. Beberapa penumpang
mengabadikan momen itu dengan kamera HP-nya. Ada yang memotret, ada yang
merekam video. Perdebatan itu masih berlangsung dengan sengit.
Yang
terjadi ternyata bukan tabrakan. Pengemudi mobil putih di depan kami itu
rupanya marah karena diklakson terus-menerus oleh bus yang kami tumpangi.
Klakson itu dibunyikan bukan tanpa alasan. Mobil putih itu masuk ke dalam busway, jalur khusus bus. Hampir semua
orang tahu kalau dia yang sebenarnya bersalah. Kok, malah dia yang marah?
Setelah
sekian lama berdebat, pengemudi itu berseru meminta bantuan para penumpang. Ia kewalahan
menghadapi kemarahan pengemudi mobil putih itu. Saya salut dengan sikap tenang
pengemudi itu. Walaupun sebenarnya ia yang benar, ia tidak balas mendamprat
pengemudi yang tidak tahu aturan itu.
Beberapa
penumpang pria turun dari bus. Saya melihat ada beberapa orang yang berjalan
mengelilingi mobil putih yang harganya tidaklah terlalu mahal itu. Beberapa lainnya
ikut dalam perdebatan. Tentu saja mereka berada di sisi yang sama dengan pengemudi
bus. Pengemudi mobil putih itu akhirnya menyerah. Bus kami pun akhirnya
melanjutkan perjalanan.
“Itu
mobilnya gak ada lecetnya sama sekali, kok. Emang kenapa marah-marah, sih?”
tanya seorang pemuda.
“Karena
diklakson-klakson,” jawab saya.
“Dia
masuk jalur busway,” jawab penumpang lain.
Kata-kata
celaan mulai bermunculan. Saya pun tidak tahan untuk mengomentari pengemudi
mobil putih yang tidak tahu aturan itu. Beberapa penumpang saya lihat ada yang
mengunggahnya ke media sosialnya, lengkap dengan ceritanya. {ST}