Saya agak terganggu apabila
mendengar bunyi-bunyian yang mengganggu pendengaran. Bunyi-bunyian yang
mengganggu pendengaran itu dapat didefinisikan sebagai bunyi-bunyian yang tidak
saya sukai. Entah itu suara manusia bawel, suara knalpot berisik, nyamuk yang
mendenging tapi gek keliatan wujudnya, atau suara dentuman senjata. Menurut
saya, itu adalah polusi suara.
Kicau burung, suara serangga di
hutan, suara aliran air, dan deburan ombak tidak termasuk dalam polusi suara.
Bunyi-bunyian khas alam itu malah menenangkan dan menimbulkan banyak inspirasi
bagi saya. Kadang-kadang saya malah berusaha menghadirkannya.
Saya harus bersyukur dapat tinggal
di rumah yang tenang, yang jauh dari hiruk-pikuk kendaraan dan suara orang.
Namun, saya tidak selalu berada di lingkungan yang mendukung seperti ini. Saya
kerap kali harus keluar rumah dan mendengar hiruk-pikuk kendaraan di jalanan di
Jakarta. Saya juga sering terpaksa mendengar suara manusia yang bawel.
Saya sudah berhasil menyesuaikan
diri dengan suara kendaraan di jalanan. Caranya dengan memaklumi dan menerima
bahwa suara itu terjadi karena adanya aksi pada kendaraan itu. Logika lah itu.
Jadi seberisik apa pun lingkungan sekitar saat naik bus, saya tidak terlalu
terganggu.
Beda halnya dengan suara orang,
apalagi kalau volume suaranya sangat kencang. Pikiran saya kadang-kadang jadi
teralih dan kesulitan berkonsentrasi. Mungkin karena saya paham bahasa yang
digunakan. Saya makin jengkel karena apa yang dibicarakan adalah sesuatu yang
tidak terlalu berguna dan diulang berkali-kali. Membicarakan sesuatu yang tidak
berguna saja saya sudah malas, apalagi berkali-kali gitu.
Untuk beberapa orang yang tidak
terlalu sering saya temui, saya berusaha untuk toleransi. Saya berusaha
mendengar selama beberapa menit. Kalau sudah tidak tahan lagi biasanya saya
tinggalkan. Pernah juga saya menegurnya, tapi akibatnya agak kurang baik.
Hubungan kami jadi agak renggang he he he...
Beda halnya dengan orang yang
setiap hari kita temui dan sangat berisik. Selain karena suaranya, juga karena
musiknya yang diulang-ulang terus. Saya harus habis-habisan menyesuaikan diri.
Kadang-kadang batas toleransi saya sampai sangat tipis. Beberapa kali saya
sampai menutup telinga karena tidak mau mendengar suara berisik itu.
Terlalu sering menutup telinga
dengan tangan membuat saya berpikir untuk menutup telinga saya dengan headphone yang kedap suara luar. Selama
ini saya juga sering mengenakan headphone.
Hanya saja suara dari luar tetap bisa terdengar. Sebelumnya saya memang sengaja
memilih headphone seperti ini supaya
orang masih dapat berkomunikasi dengan saya. Sepertinya saya juga harus mencoba
menggunakan headphone di mana suara
luar tidak perlu saya dengarkan. {ST}