Bertahun-tahun yang lalu, saya
sering merasa jengkel pada orang lain. Rasa jengkel dan kesal itu sering kali
tidak saya ungkapkan karena perasaan tidak nyaman. Kalau diungkapkan pun,
apalagi ke orangnya, biasanya malah bertambah runyam. Saya sering
menyalurkannya dengan berteriak. Kelakuan macam ini kerap terjadi pada masa
remaja saya.
Saya pernah berteriak beberapa
kali untuk menyalurkan kejengkelan saya itu. Setelah itu rasanya menjadi lega.
Sayangnya ada beberapa orang yang menganggap saya galak. Ada juga yang
menganggap saya agak terganggu jiwanya he he he... Padahal kalau tidak
disalurkan, saya malah menjadi gila beneran.
Teriakan penuh kejengkelan saya
yang terakhir terjadi di tempat kerja saya yang lama. Di situ pekerjaannya
penuh tantangan dan tekanan. Walaupun saya tahu dapat mengerjakan pekerjaannya
dengan baik, tetap saja tekanan itu ada. Saya ingat saat itu “meledak” karena
ada rekan yang ngeyel banget.
Setelah kejadian itu, saya jadi
agak mawas diri. Saya berusaha keras menguasai diri supaya tidak lagi
berteriak. Usaha itu berhasil. Namun, rasanya masih ada ganjalan. Di dalam diri
saya masih ada energi yang siap meledak. Saya mengalihkannya dengan bergerak.
Saya pernah megalihkannya dengan berlari, naik tangga sampai ke lantai paling
atas, atau melompat-lompat. Saya juga sering menuangkan pikiran saya dalam
bentuk tulisan. Beberapa ada yang saya terbitkan di blog ini. Beberapa lainnya
hanya untuk membuang racun pikiran, setelah itu dibuang.
Saya pikir saya tidak akan pernah
berteriak penuh kejengkelan lagi untuk selamanya. Ternyata tidak demikian. Pada
suatu waktu, saya pernah sangat kecewa akan suatu peristiwa. Saya jengkel dan
sangat kesal karena sesuatu yang tidak sesuai rencana. Apalagi kejadian itu itu
tidak sesuai rencana karena ada yang ngambek dan berpikiran kekanak-kanakan
(padahal usianya sudah dewasa alias tua). Tanpa sadar saya berteriak melepaskan
kejengkelan saya. Saya juga melompat-lompat menyalurkan energi.
Setelah lega, barulah pikiran
jernih saya kembali. Saat itu saya dapat bersyukur karena apa yang direncanakan
itu tidak terjadi. Lebih baik menundanya supaya semua orang dapat tenang dan
berpikiran jernih. Sehingga apa yang kami lakukan jadi lebih berguna. {ST}