Ana

Sabtu, 13 Januari 2018

Mengatasi Kejengkelan yang Bertumpuk




              Bertahun-tahun yang lalu, saya sering merasa jengkel pada orang lain. Rasa jengkel dan kesal itu sering kali tidak saya ungkapkan karena perasaan tidak nyaman. Kalau diungkapkan pun, apalagi ke orangnya, biasanya malah bertambah runyam. Saya sering menyalurkannya dengan berteriak. Kelakuan macam ini kerap terjadi pada masa remaja saya.
              Saya pernah berteriak beberapa kali untuk menyalurkan kejengkelan saya itu. Setelah itu rasanya menjadi lega. Sayangnya ada beberapa orang yang menganggap saya galak. Ada juga yang menganggap saya agak terganggu jiwanya he he he... Padahal kalau tidak disalurkan, saya malah menjadi gila beneran.
              Teriakan penuh kejengkelan saya yang terakhir terjadi di tempat kerja saya yang lama. Di situ pekerjaannya penuh tantangan dan tekanan. Walaupun saya tahu dapat mengerjakan pekerjaannya dengan baik, tetap saja tekanan itu ada. Saya ingat saat itu “meledak” karena ada rekan yang ngeyel banget.
              Setelah kejadian itu, saya jadi agak mawas diri. Saya berusaha keras menguasai diri supaya tidak lagi berteriak. Usaha itu berhasil. Namun, rasanya masih ada ganjalan. Di dalam diri saya masih ada energi yang siap meledak. Saya mengalihkannya dengan bergerak. Saya pernah megalihkannya dengan berlari, naik tangga sampai ke lantai paling atas, atau melompat-lompat. Saya juga sering menuangkan pikiran saya dalam bentuk tulisan. Beberapa ada yang saya terbitkan di blog ini. Beberapa lainnya hanya untuk membuang racun pikiran, setelah itu dibuang.
              Saya pikir saya tidak akan pernah berteriak penuh kejengkelan lagi untuk selamanya. Ternyata tidak demikian. Pada suatu waktu, saya pernah sangat kecewa akan suatu peristiwa. Saya jengkel dan sangat kesal karena sesuatu yang tidak sesuai rencana. Apalagi kejadian itu itu tidak sesuai rencana karena ada yang ngambek dan berpikiran kekanak-kanakan (padahal usianya sudah dewasa alias tua). Tanpa sadar saya berteriak melepaskan kejengkelan saya. Saya juga melompat-lompat menyalurkan energi.
              Setelah lega, barulah pikiran jernih saya kembali. Saat itu saya dapat bersyukur karena apa yang direncanakan itu tidak terjadi. Lebih baik menundanya supaya semua orang dapat tenang dan berpikiran jernih. Sehingga apa yang kami lakukan jadi lebih berguna. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini