Ana

Rabu, 06 Desember 2017

Si Nganga yang Antre Menghadap Belakang




            Saat berkendara menggunakan bus transjakarta, saya sering bertemu dengan orang yang itu-itu saja. Salah satunya Si Nganga. Nama ini adalah nama julukan yang saya berikan kepada seorang perempuan kurus yang suka menganga. Nama julukan ini saya pilih di antara beberapa pilihan nama, seperti si songong dan si lihat atas. Ya, orang itu sepertinya suka melihat ke atas. Wajahnya terlihat agak songong.
            Dapat dikatakan saya tidak terlalu suka dengan wajah songong si Nganga. Kami juga tidak pernah bertegur sapa atau saling bertukar senyum. Eh, enggak juga. Saya sebenarnya pernah tersenyum padanya, sih. Tapi tidak dibalas he he he…. Itu membuat kesan songongnya makin kuat.
            Karena tidak terlalu suka melihat wajahnya, saya sering memilih untuk tidak memandang wajahnya. Ada banyak pilihan lain, misalnya memandang ke arah lain atau membaca buku. Sampai suatu hari di pagi itu, saya harus berhadapan muka dengannya dalam waktu yang tidak dapat dikatakan singkat.
            Saat itu kami harus menunggu di halte yang sama. Saya berdiri di belakang si Nganga sambil membaca buku. Saya tidak terlalu memperhatikan sekitar saya karena konsentrasi membaca, sampai akhirnya saya merasakan hembusan napas. Ya, saya yakin sekali itu hembusan napas orang. Saya mengangkat wajah saya dari buku dan terkejut. Di depan saya ada wajah dingin Si Nganga.
            Saya memang tahu bahwa Si Nganga berdiri di depan saya. Namun, saya tidak menyangka bahwa ia berdiri menghadap ke belakang, ke arah saya. Biasanya orang yang antre sambil berdiri, kan, menghadap ke depan. Si Nganga ini menghadap ke belakang selama dalam antrean. Aneh.
            Kami menunggu sekitar beberapa belas menit. Waktu itu terasa sangat lama di pagi hari, saat kita buru-buru menuju tempat kerja. Waktu terasa lebih lama lagi bagi saya karena berhadapan muka dengan orang yang wajahnya tidak terlalu saya sukai, Si Nganga.
Saya juga agak gerah karena dia sepertinya mengamati apa yang saya lakukan dengan buku di tangan saya. Beberapa kali saya mengangkat muka untuk menantang matanya. Berkali-kali pula ia memalingkan wajahnya yang kesannya songong itu. Lega sekali rasanya ketika bus yang kami nantikan datang. Saya akhirnya terbebas dari rasa kikuk karena berhadapan muka dengan Si Nganga yang antre mengahdap belakang. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini