Saat
berkendara menggunakan bus transjakarta, saya sering bertemu dengan orang yang
itu-itu saja. Salah satunya Si Nganga. Nama ini adalah nama julukan yang saya
berikan kepada seorang perempuan kurus yang suka menganga. Nama julukan ini
saya pilih di antara beberapa pilihan nama, seperti si songong dan si lihat
atas. Ya, orang itu sepertinya suka melihat ke atas. Wajahnya terlihat agak
songong.
Dapat
dikatakan saya tidak terlalu suka dengan wajah songong si Nganga. Kami juga
tidak pernah bertegur sapa atau saling bertukar senyum. Eh, enggak juga. Saya
sebenarnya pernah tersenyum padanya, sih. Tapi tidak dibalas he he he…. Itu
membuat kesan songongnya makin kuat.
Karena
tidak terlalu suka melihat wajahnya, saya sering memilih untuk tidak memandang
wajahnya. Ada banyak pilihan lain, misalnya memandang ke arah lain atau membaca
buku. Sampai suatu hari di pagi itu, saya harus berhadapan muka dengannya dalam
waktu yang tidak dapat dikatakan singkat.
Saat
itu kami harus menunggu di halte yang sama. Saya berdiri di belakang si Nganga
sambil membaca buku. Saya tidak terlalu memperhatikan sekitar saya karena
konsentrasi membaca, sampai akhirnya saya merasakan hembusan napas. Ya, saya
yakin sekali itu hembusan napas orang. Saya mengangkat wajah saya dari buku dan
terkejut. Di depan saya ada wajah dingin Si Nganga.
Saya
memang tahu bahwa Si Nganga berdiri di depan saya. Namun, saya tidak menyangka
bahwa ia berdiri menghadap ke belakang, ke arah saya. Biasanya orang yang antre
sambil berdiri, kan, menghadap ke depan. Si Nganga ini menghadap ke belakang
selama dalam antrean. Aneh.
Kami
menunggu sekitar beberapa belas menit. Waktu itu terasa sangat lama di pagi
hari, saat kita buru-buru menuju tempat kerja. Waktu terasa lebih lama lagi
bagi saya karena berhadapan muka dengan orang yang wajahnya tidak terlalu saya
sukai, Si Nganga.
Saya juga agak gerah
karena dia sepertinya mengamati apa yang saya lakukan dengan buku di tangan
saya. Beberapa kali saya mengangkat muka untuk menantang matanya. Berkali-kali
pula ia memalingkan wajahnya yang kesannya songong itu. Lega sekali rasanya ketika
bus yang kami nantikan datang. Saya akhirnya terbebas dari rasa kikuk karena
berhadapan muka dengan Si Nganga yang antre mengahdap belakang. {ST}