Tanggal
23 Desember 2017, kami menerima berita duka. Lusy, teman saya yang juga adalah
adik iparnya kakak saya, dikabarkan meninggal. Ia meninggal bersama dengan bayi
yang ada di kandungannya. Berita ini sangat mengejutkan, dan juga membuat
sedih. Apalagi saat itu adalah saat menjelang Natal. Saat di mana kebanyakan
keluarga Kristen berkumpul bersama merayakan Natal.
Saya
mengenal Lusy sejak masih kecil. Kami pernah bertetangga saat tinggal di Kota
Sampit, di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Kami bersekolah di
sekolah yang sama. Saat itu, saya tidak terlalu akrab dengannya karena Lusy
jarang bermain ke luar di siang hari. Dia adalah anak yang tidur siang di siang
hari. Sementara saya, anak yang tidak suka tidur siang. Walaupun tidak terlalu
akrab, saya tetap berteman dengannya.
Bertahun-tahun
kemudian, kami bertemu lagi, demikian pula kedua kakak kami. Singkat cerita,
kedua kakak kami jadian dan akhirnya menikah. Dengan demikian, saya dan Lusy
pun menjadi keluarga. Kami memiliki keponakan-keponakan lucu yang sama.
Keponakan-keponakan lucu yang sangat aktif ini sering menjadi bahan
perbincangan kami berdua saat bertemu.
Beberapa
tahun yang lalu, Lusy menikah. Saya hadir dalam pernikahannya. Selain hadir
sebagai teman sekaligus keluarga, saya juga menjadi penjaga keponakan kecil
saya yang masih bayi. Saat orang-orang dewasa lain sibuk mengurusi persiapan
pernikahan, keponakan kecil yang baru berusia
enam bulan itu dititipkan ke saya. Selama berjam-jam saya bersama anak
kecil lucu yang masih ompong itu. Momen itu sangat berkesan. Saya masih ingat
sampai sekarang.
Setelah
menikah, Lusy dan suaminya pindah ke Bandung. Saya hampir tidak pernah bertemu
lagi dengannya. Kami hanya berhubungan lewat media sosial. Hal-hal yang dibahas
pun dapat dikatakan biasa saja. Saya tahu perkembangannya justru bukan dari
Lusy, tetapi dari kakaknya, yang juga kakak ipar saya itu. Saya turut
bersukacita saat mendengar kabar Lusy mengandung anak pertamanya. Namun, saya
tidak terlalu memantau perkembangannya lagi sampai akhirnya mendengar kabar
bahwa Lusy meninggal.
Lusy
sudah meninggal saat tiba di rumah sakit. Kepergiannya yang mendadak disesalkan
banyak orang, terutama keluarga dekatnya. Keluarga dekatnya, tidak tahu bahwa
kondisi Lusy cukup parah sampai membahayakan nyawanya dan juga bayinya. Sehari
sebelumnya, Lusy dapat dikatakan masih biasa saja. Ia menyampaikan selamat hari
ibu kepada ibunya.
Saya dapat membayangkan bagaimana
menyesal dan sedihnya keluarga yang ditinggalkan. Lusy meninggalkan suami, ibu,
dan 2 orang kakak yang sangat berduka. Saya, yang dapat dikatakan tidak terlalu
akrab pun, menangis sedih saat mendengar kepergiannya. Padahal, saya bukan
orang yang cengeng, lo.
Jenazah Lusy dibawa lewat jalan darat
dari Bandung ke Jogja. Itu adalah pilihan transportasi satu-satunya saat itu.
Pesawat tidak dapat menjadi pilihan karena semua penerbangan penuh. Lusy tiba
di Jogja sehari sebelum Natal, tanggal 24 Desember 2017. Ia dimakamkan siang
harinya di samping makam bapaknya.
Malam Natal kali ini agak berbeda bagi
keluarga kami. Biasanya malam Natal selalu dilewati dengan sukacita, kali ini
terselubung dukacita. Kami semua berduka atas kepergian Lusy yang mendadak.
Semoga saja, semua yang ditinggalkan mendapatkan kekuatan dan penghiburan dari
Tuhan untuk melanjutkan kehidupan. {ST}