Ana

Jumat, 29 Desember 2017

Pinang dan Sirih di Papua Bentuknya Berbeda





Sirih pinang di Merauke, Papua

            Budaya memakan sirih dan pinang tersebar di seluruh Nusantara. Dari Sumatra di ujung barat, sampai Papua di ujung timur. Entah bagaimana caranya budaya ini menyebar. Sepertinya saya harus mencari tahu dengan lebih serius.
Pinang di Merauke, Papua
            Sebenarnya, saya tidak terlalu tertarik dengan budaya sirih dan pinang. Saya tidak terlalu tertarik untuk mencobanya lagi. Ya, mencobanya LAGI. Saya pernah mencoba memakan sirih dan pinang berkali-kali sepanjang kehidupan saya. Saya tidak pernah menyukainya.
            Saya menjadi tertarik lagi pada sirih dan pinang saat berkunjung ke Papua. Di tempat ini, sirih dan pinang juga dimakan sebagai semacam kudapan. Bedanya adalah bentuk sirihnya. Biasanya, sirih yang digunakan bentuknya daun. Di Papua, tepatnya di daerah Merauke, sirih yang digunakan bentuknya buah. Ya, yang dimakan adalah buahnya.
Sirih di Merauke, Papua
            Buah sirih bentuknya mirip cabe. Lebih tepatnya mirip cabe puyang. Buah ini dijual per ikat. Cara menikmatinya, hampir sama seperti sirih. Efek yang ditimbulkan pun hampir sama. Hanya bentuknya saja yang berbeda.
            Buah sirih ini biasanya dijual bersama dengan perlengkapan makan sirih lainnya. Ada pinang yang sudah dipotong-potong, dan juga kapur. Saya sempat membeli dan mencoba mengunyahnya. Seperti pengalaman-pengalaman sebelumnya, saya pun tidak terlalu menikmati makan sirih ini. {ST}

Kamis, 28 Desember 2017

Anak Kecil yang Belum Mengenal Kesedihan




            Saya sangat senang bertemu dengan keponakan kecil saya si Joe. Sekarang dia sudah berusia 4 tahun dan pandai berbicara. Anak ini dapat bercerita dengan baik. Suara kekanakannya yang cadel makin menghibur ruang dengar saya.
            Saya bertemu Joe sehari setelah pemakaman tantenya, Lusy. Kepergian Lusy ditangisi oleh orang-orang dewasa di keluarganya, namun tidak oleh keponakan kecilnya ini. Sepertinya ia belum tahu apa artinya sedih.
            Joe dapat menceritakan secara deskriptif, apa saja yang terjadi di hari pemakaman itu. Ia menceritakan semua kejadian beserta kesan-kesannya. Ia bercerita tentang kejadian di rumah duka, di perjalanan, sampai di makam. Saya terkesan juga mendengarnya. Ia menceritakannya seperti sebuah pengalaman baru yang menegangkan. Namun, sekali lagi Joe tidak sedih. Sepertinya, ia belum sadar bahwa kematian itu berarti berpisah selamanya. Tantenya itu tidak akan pernah lagi ditemuinya. Mungkin, saat ia menyadari hal itu, ia akan merasa sedih. {ST}

Selasa, 26 Desember 2017

Kepergian Mendadak Seorang Teman yang Telah Menjadi Saudara




            Tanggal 23 Desember 2017, kami menerima berita duka. Lusy, teman saya yang juga adalah adik iparnya kakak saya, dikabarkan meninggal. Ia meninggal bersama dengan bayi yang ada di kandungannya. Berita ini sangat mengejutkan, dan juga membuat sedih. Apalagi saat itu adalah saat menjelang Natal. Saat di mana kebanyakan keluarga Kristen berkumpul bersama merayakan Natal.
            Saya mengenal Lusy sejak masih kecil. Kami pernah bertetangga saat tinggal di Kota Sampit, di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Kami bersekolah di sekolah yang sama. Saat itu, saya tidak terlalu akrab dengannya karena Lusy jarang bermain ke luar di siang hari. Dia adalah anak yang tidur siang di siang hari. Sementara saya, anak yang tidak suka tidur siang. Walaupun tidak terlalu akrab, saya tetap berteman dengannya.
            Bertahun-tahun kemudian, kami bertemu lagi, demikian pula kedua kakak kami. Singkat cerita, kedua kakak kami jadian dan akhirnya menikah. Dengan demikian, saya dan Lusy pun menjadi keluarga. Kami memiliki keponakan-keponakan lucu yang sama. Keponakan-keponakan lucu yang sangat aktif ini sering menjadi bahan perbincangan kami berdua saat bertemu.
            Beberapa tahun yang lalu, Lusy menikah. Saya hadir dalam pernikahannya. Selain hadir sebagai teman sekaligus keluarga, saya juga menjadi penjaga keponakan kecil saya yang masih bayi. Saat orang-orang dewasa lain sibuk mengurusi persiapan pernikahan, keponakan kecil yang baru berusia  enam bulan itu dititipkan ke saya. Selama berjam-jam saya bersama anak kecil lucu yang masih ompong itu. Momen itu sangat berkesan. Saya masih ingat sampai sekarang.
            Setelah menikah, Lusy dan suaminya pindah ke Bandung. Saya hampir tidak pernah bertemu lagi dengannya. Kami hanya berhubungan lewat media sosial. Hal-hal yang dibahas pun dapat dikatakan biasa saja. Saya tahu perkembangannya justru bukan dari Lusy, tetapi dari kakaknya, yang juga kakak ipar saya itu. Saya turut bersukacita saat mendengar kabar Lusy mengandung anak pertamanya. Namun, saya tidak terlalu memantau perkembangannya lagi sampai akhirnya mendengar kabar bahwa Lusy meninggal.
            Lusy sudah meninggal saat tiba di rumah sakit. Kepergiannya yang mendadak disesalkan banyak orang, terutama keluarga dekatnya. Keluarga dekatnya, tidak tahu bahwa kondisi Lusy cukup parah sampai membahayakan nyawanya dan juga bayinya. Sehari sebelumnya, Lusy dapat dikatakan masih biasa saja. Ia menyampaikan selamat hari ibu kepada ibunya.
         Saya dapat membayangkan bagaimana menyesal dan sedihnya keluarga yang ditinggalkan. Lusy meninggalkan suami, ibu, dan 2 orang kakak yang sangat berduka. Saya, yang dapat dikatakan tidak terlalu akrab pun, menangis sedih saat mendengar kepergiannya. Padahal, saya bukan orang yang cengeng, lo.
           Jenazah Lusy dibawa lewat jalan darat dari Bandung ke Jogja. Itu adalah pilihan transportasi satu-satunya saat itu. Pesawat tidak dapat menjadi pilihan karena semua penerbangan penuh. Lusy tiba di Jogja sehari sebelum Natal, tanggal 24 Desember 2017. Ia dimakamkan siang harinya di samping makam bapaknya.
Malam Natal kali ini agak berbeda bagi keluarga kami. Biasanya malam Natal selalu dilewati dengan sukacita, kali ini terselubung dukacita. Kami semua berduka atas kepergian Lusy yang mendadak. Semoga saja, semua yang ditinggalkan mendapatkan kekuatan dan penghiburan dari Tuhan untuk melanjutkan kehidupan. {ST}

Senin, 25 Desember 2017

Bertemu Pesawat Presiden di Bandara




            Akhir tahun 2017, banyak orang yang berlibur, termasuk saya dan keluarga. Kami terbang dari Jakarta menuju Jogja melalui Bandara Halim Perdanakusuma. Kami sudah menuju bandara sesaat setelah makan siang, padahal penerbangan kami dijadwalkan jam 7 malam.
            Sudah dapat ditebak, bandara sangat padat. Kami beruntung mendapatkan tempat duduk yang berkelompok di ruang tunggu. Dari tempat kami duduk, kami dapat melihat beberapa pesawat yang berlalu-lalang. Pesawat yang paling menarik perhatian adalah pesawat biru kepresidenan. Pesawat ini digunakan oleh presiden untuk mengunjungi daerah-daerah di Indonesia.
            Saya yang tidak terlalu memantau kegiatan presiden akhir-akhir ini, bertanya-tanya, dari manakah pesawat yang baru mendarat itu. Adik saya mengatakan bahwa presiden baru saja mengunjungi Bali. Belum lama ini Bali memang menjadi pusat perhatian karena meletusnya Gunung Agung. Letusan gunung ini membuat berkurangnya wisatawan yang datang ke Bali. Tentunya ini sangat berpengaruh pada pendapatan yang terkait industri wisata. Sepertinya Pak Presiden ingin memberi citra pada dunia internasional bahwa Bali baik-baik saja dan siap menerima kunjungan wisatawan yang datang.
            Kedatangan pesawat presiden itu menarik perhatian banyak orang. Ada beberapa orang yang ingin memotretnya. Saya adalah salah satunya. Foto di artikel ini adalah salah satu hasil jepretan saya dari ruang tunggu bandara. {ST}

Jumat, 22 Desember 2017

Mendadak Libur Natal ke Jogja



            Libur Natal biasanya selalu kami rencanakan dengan baik. Sebagai orang yang merayakan Natal, keluarga kami selalu berusaha berkumpul bersama. Biasanya kami berkumpul di rumah. Berhubung keluarga kami memiliki 2 buah rumah di kota yang berbeda, maka biasanya kami merayakan Natal di kedua kota itu secara bergantian.
            Natal selalu berarti sukacita, di mana keluarga berkumpul bersama, biasanya sambil makan-makan. Nah, inilah yang luput dari perhatian saya. Namun, selalu menjadi perhatian para ibu rumah tangga. Menyiapkan makanan itu dapat dikatakan sebagai sesuatu yang merepotkan. Mamah mengatakan kalau tahun ini ia tidak mau terlalu repot menyiapkan makanan. Kalau bisa, Natal dirayakan tidak di rumah. Ia sempat mengusulkan ke Bali. Sekalian liburan bersenang-senang katanya.
            Saya sebenarnya tidak terlalu mengerti bagaimana repotnya menyiapkan makanan dan membuka rumah. Mungkin karena saya memang tidak terlibat sepenuhnya. Saya hanya ikut menyiapkan saat ada waktu luang. Saat sedang bekerja, saya tidak terlalu memikirkan urusan open house dan ketersediaan daging di pasar. Natal artinya waktu bersenang-senang, sementara para ibu rumah tangga seperti Mamah stress memikirkan open house.
            Mendengar alasan Mamah yang ingin liburan, saya mengusulkan untuk ke Jogja saja. Ada beberapa pertimbangan yang menjadi alasannya. Jogja adalah kota wisata. Di Jogja, kami juga memiliki banyak saudara yang dapat kami kunjungi. Mamah menyetujui ide ini. Karena itulah kami menghabiskan waktu liburan bersama di Jogja pada akhir tahun 2017 ini. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini