Ana

Senin, 06 November 2017

Pengemudi Sok Tahu yang Tak mau Menggunakan GPS




            Suatu kali saya memesan mobil menggunakan aplikasi online. Mobil yang saya pesan itu terlihat sudah berada di dekat area rumah saya. Ada penanda 7 menit tertera di layar. Mobil itu terlihat bergerak mendekat. Saya pun mengira tidak ada masalah dengan tempat penjemputannya.
            Setelah beberapa lama, lebih dari 7 menit, saya melihat lagi ke layar telepon genggam saya. Pengemudi itu ternyata sudah klik “arrived”, padahal mobilnya belum ada di depan rumah saya. Saya pun meneleponnya. Dari pembicaraan itu, rupanya dia salah mengerti alamat rumahnya. Saya memberikan petunjuk kemudian kembali menunggu.
            Penantian saya ternyata cukup lama. Pengemudi ini menuju ke arah yang salah alias nyasar. Saya pun kembali meneleponnya. Saya sampaikan petunjuk dengan sejelas-jelasnya supaya dia dapat segera tiba. Sudah banyak waktu yang terbuang karena 2 kali nyasar itu.
            Setelah masuk dalam kendaraan, saya mengingatkan sebaiknya lihat dulu tempat penjemputannya, atau lihat GPS.
            “Saya tidak mau lihat GPS. Saya orangnya begitu. Saya pernah dibawa mutar-mutar gara-gara lihat GPS, …..” omel bapak itu.
            Saya langsung merasa tidak nyaman di mobil itu. Saya yang seharusnya menyatakan keberatan karena keterlambatannya itu. Ini, kok, malah dia yang ngomel-ngomel. Saya mencoba menahan diri sampai akhirnya saya tidak tahan lagi. Saya ungkapkan ketidaksenangan saya ketika dia tidak mau diberi tahu jalan yang benar. Menurutnya, dia orang yang tahu jalan, tidak perlu diberi tahu seperti supir taksi. Saya tidak suka mendengar ungkapan-ungkapannya yang seakan-akan supir taksi kastanya lebih rendah dari pengemudi angkutan online yang mengemudikan mobil pribadi.
            “Bapak mengaku tahu jalan tapi, kok, nyasar sampai 2 kali? Buang-buang waktu saja,” labrak saya.
            Bapak itu kembali melakukan perlawanan dan membela diri. Akhirnya saya memaksanya untuk tidak bicara. Saya juga tidak bicara tentunya. Lebih baik cepat-cepat mengalihkan pikiran pada hal lain. Perjalanan yang sangat tidak menyenangkan.
            Akibat kesepakatan untuk tidak bicara itu, saya pun tidak berbicara untuk menunjukkan alamat tempat saya minta diantarkan. Akibatnya mobilnya kelewatan. Saya terpaksa melanggar kesepakatan. Saya berseru minta mobil dihentikan. Saya langsung keluar dan meninggalkan mobil itu. Saya membayarnya menggunakan sistem nontunai sehingga tidak perlu ada interaksi lagi. Saya tidak memberikan bintang 5 atas pelayanannya ini.
            Setelah kejengkelan saya hilang, saya jadi kasihan juga pada pengemudi itu. Sepertinya ia agak gaptek, alias gagap teknologi. Saat ini yang namanya teknologi GPS itu biasa saja. Kalau misalnya tidak percaya pada petunjuk yang diberikan, gunakan saja sebagai peta untuk menuju tempat tujuannya.
Saya juga masih belum bisa menerima pendapatnya yang merendahkan supir taksi. Jobdesc supir taksi, kan, hampir sama aja dengan dia. Saya tidak tahu kenapa saya sampai marah saat dia merendahkan pekerjaan supir taksi. Pekerjaan itu pun adalah pekerjaan yang halal, tidak seharusnya direndahkan. Akhir kata, saya hanya dapat mendoakan semoga bapak itu mendapatkan pekerjaan lain. Dengan kelakuan seperti itu, dia benar-benar tidak cocok sebagai pengemudi transportasi online. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini