Ana

Minggu, 08 Oktober 2017

Anak Indonesia yang Tidak Bisa Berbahasa Indonesia




            Belum lama ini saya beberapa kali bertemu dengan anak Indonesia yang tidak bisa berbahasa Indonesia. Anak-anak ini hanya dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris. Sebabnya karena mereka belajar di sekolah dengan menggunakan bahasa Inggris.


            Bertemu dengan anak seperti ini, saya pun menggunakan bahasa Inggris. Dari beberapa anak yang saya wawancarai itu, mereka juga menggunakan bahasa Inggris dengan orang tuanya di rumah. Sama sekali tidak pernah menggunakan bahasa Indonesia, apalagi bahasa daerah.
            Beberapa anak itu ada yang blasteran. Salah satu orang tuanya tidak berasal dari Indonesia. Nah, kalau yang ini saya maklum, deh. Bahasa Inggris adalah bahasa persatuan dunia. Mungkin orang tuanya memang berkomunikasi dengan bahasa itu. Ada juga yang kedua orang tuanya adalah orang Indonesia yang hampir seumur hidupnya di Indonesia. Yang ini membuat saya heran mengapa anaknya tidak bisa berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Apa karena tidak ada waktu untuk mengajarinya atau karena merasa bahasa Inggris lebih keren. Entahlah. Yang jelas cukup banyak orang tua yang mengambil pilihan itu.
            Terus terang saya agak prihatin dengan anak-anak Indonesia yang tinggal di Indonesia tetapi tidak bisa berbahasa Indonesia. Kalau bilingual itu, kan, keren. Bisa 2 bahasa. Kalau tidak bisa bahasa di negara tempat tinggalnya? Agak konyal juga rasanya, ya. {ST}

Jumat, 06 Oktober 2017

Dana untuk Riset Sedikit




            Saya sering menulis tentang sains atau iptek. Saya menulisnya di media anak tempat saya numpang berkarya. Selain karena suka, saya juga ingin membagikan pengetahuan tentang iptek dalam bacaan yang mudah dibaca. Informasi tentang iptek, yang dapat dipercaya, biasanya tertulis dalam jurnal yang tidak terlalu mudah dibaca. Dapat dikatakan tidak terlalu menarik, lah. Akibatnya, sangat sedikit orang yang mau membacanya.
            Untuk membuat sebuah artikel tentunya perlu referensi. Saya sering membaca jurnal ilmiah untuk referensi tentang flora dan fauna. Makin sering mencari tahu, makin tahu saya bahwa banyak sekali yang saya belum tahu. Ada banyak hal yang belum pernah ada penelitian ilmiahnya. Tentu saja, jurnal ilmiahnya pun tidak ada.
            Indonesia yang beriklim tropis ini memiliki banyak sekali kekayaan alam, baik flora maupun fauna. Saya berniat mengangkat kekayaan alam itu dalam tulisan-tulisan saya. Sayangnya, sumber-sumber ilmiahnya tidak banyak. Demikian pula fotonya. Padahal foto dan gambar adalah sesuatu yang penting dalam tulisan untuk anak-anak. Beberapa artikel dapat saya lengkapi dengan foto hasil jepretan saya sendiri.
            Saya mencoba mencari informasi ke lembaga-lembaga ilmu pengetahuan. Di lembaga-lembaga ini, cukup banyak informasi yang dapat saya gunakan. Namun, lebih banyak lagi yang belum ada informasinya. Tanpa bertanya pun dapat diketahui sebabnya, yaitu karena kurangnya biaya riset. Info itu dapat diketahui di situs resmi lembaga-lembaga ilmu pengetahuan itu. Biaya riset konon kabarnya sangat kecil jika dibandingkan dengan pendapatan domestik bruto. Kejadian seperti ini terjadi hampir di seluruh negara berkembang, di mana warga negaranya masih berkutat memenuhi kebutuhan primernya.
            Sudah bukan rahasia, penghargaan atas seorang peneliti di Indonesia tidak sebesar di beberapa negara lain. Tak heran jika banyak orang yang kuliah di luar negeri, dan memilih jalan sebagai peneliti, tidak kembali lagi ke tanah airnya. Pilihan ini dapat dimaklumi apalagi kalau dia harus menghidupi keluarganya.
            Minimnya dana riset dapat disiasati dengan sinergi, bekerja sama dengan industri. Riset yang dilakukan tentu saja dengan tujuan supaya dapat digunakan dalam bidang industri. Beberapa sudah melakukannya. Ini adalah jalan tengah yang dapat diambil sekarang ini walaupun mungkin saya ada “udang di balik batunya”.
            Sampai sekarang, saya masih terus menulis tentang iptek. Saya berharap anak-anak kecil yang membacanya akan menjadi tertarik pada pengembangan iptek. Semoga saja mereka kelak dapat berperan serta dalam pengembangan iptek dunia. {ST}

Kamis, 05 Oktober 2017

Pakan Ikan Bayar Mandiri




            Saya termasuk orang yang suka memberi makan ikan. Memberi makan ikan memang menyenangkan. Senang rasanya saa melihat ikan-ikan di kolam berebutan memakan makanan yang kita lempar ke dalam kolam.
            Sepertinya kesenangan yang didapat dari memberi makan ikan itu menimbulkan ide bisnis bagi beberapa orang. Saya melihat di beberapa tempat wisata ada kegiatan memberi makan ikan berbayar. Banyak juga yang penjualannya mengandalkan kejujuran.
            Kalau dipikir-pikir, memberi makan ikan di tempat wisata itu hanya menguntungkan pemiliknya. Pakan ikan itu dibiayai oleh pengunjung, baik pengadaannya maupun untuk melakukan pengerjaannya. Pengunjung bahkan dengan senang hati untuk melakukannya. Yeaah… Walaupun hitungannya tidak ada untungnya bagi pengunjung, saya masih sering memilih untuk memberi makan ikan, karena… menyenangkan. {ST}

Rabu, 04 Oktober 2017

Tante Pengemudi Taksi Online




            Suatu malam, setelah nongkrong bersama teman-teman di sebuah kedai kopi, saya memilih pulang menggunakan kendaraan yang dipesan menggunakan aplikasi online. Demikian pula dengan teman-teman saya yang lain. Kami mengeluarkan telepon genggam kami masing-masing dan mulai memesan.
Pesanan saya yang pertama kali mendapatkan respon. Mobil yang saya pesan itu diperkirakan baru 8 menit lagi tiba di tempat saya berada. Namun, pengemudi itu kemudian membatalkan pesanan saya. Mungkin dia punya pertimbangan lain sebelum melakukan perbuatan yang sebenarnya merugikannya sendiri itu. Membatalkan pesanan pelanggan akan memberi pengaruh buruk pada kinerjanya. Anehnya, dia kemudian mengambil pesanan teman yang duduk di samping saya. Padahal tempat menjemputnya sama.
Setelah itu, saya kembali memesan kendaraan. Setelah beberapa lama, muncul nama yang mirip nama saya. Namanya Anna, nama seorang perempuan. Saya sempat mengerutkan kening sambil melirik jam tangan saya. Saya tahu memang ada cukup banyak pengemudi transportasi online yang perempuan, namun biasanya mereka tidak beredar di malam hari apalagi menjelang tengah malam seperti ini. Keheranan saya makin bertambah saat melihat fotonya. Di fotonya, terlihat seorang perempuan setengah baya. Tante-tante gitu, deh.
Saya langsung berjalan ke luar kedai kopi saat terlihat petunjuk bahwa pengemudi itu telah tiba. Saya mencari-cari sejenak, kemudian menemukannya. Saya duduk di kursi depan, di samping pengemudi. Entah mengapa, saya selalu memilih duduk di samping pengemudi perempuan. Keheranan saya makin bertambah besar. Tante itu terlihat lebih tua daripada fotonya. Dapat dikatakan oma-oma gitu, deh.
Ibu itu (atau tante itu, atau oma itu?) terlihat lelah. Saya agak khawatir kalau dia sampai mengantuk. Saya mengajaknya ngobrol. Biasanya saya malas ngobrol dengan pengemudi. Dari hasil obrolan itu, saya tahu bahwa ibu itu sudah menjalani profesi pengemudi online sekitar setahun. Ia sengaja keluar di siang atau sore hari karena katanya kalau keluar pagi malah lebih capek. Ibu itu tinggal di daerah Jakarta Barat, yang saya tahu sebagai perumahan yang cukup elit. Setiap harinya ia bekerja sekitar  enam sampai 8 jam. Sebagai pengemudi transportasi online, tentunya ia harus paham teknologinya.
Dia terlihat cukup fasih menggunakan teknologi GPS dan mengikuti petunjuknya. Namun saya tetap saja menunjukkan jalan pulang. Sepanjang perjalanan itu, saya beberapa kali melirik ke arah ibu itu. Ada saatnya saya merasa prihatin karena sudah seusia itu masih berkeliaran mengemudikan mobil menjelang tengah malam. Ada kalanya saya waswas karena sepertinya dia tidak terlalu cakap dalam mengemudi. Kecepatannya mengemudi tidak stabil. Kadang cepat, kadang lambat. Mesinnya pun sempat mati saat di belokan. Bikin deg-degan saja. Sampai rasanya saya ingin mengambil alih kemudinya.
Petunjuk GPS mulai tidak bisa dipercaya saat memasuki kompleks perumahan di saat malam hari. Saat itu, banyak jalan yang diportal. Saat itulah saya memberikan petunjuk jalan dengan cermat ke rumah kami. Kami dapat tiba di rumah dengan cepat. Selain mengucapkan terima kasih, saya juga berpesan supaya ibu itu hati-hati di jalan. Saya harap dia langsung pulang ja ke rumah setelah mengantarkan saya.
Setiba di rumah, saya masih kepikiran dengan ibu itu. Dari tampilannya, dan dari ceritanya, sepertinya dia (pernah) cukup berada. Entah apa motivasinya menjadi pengemudi transportasi online. Entah untuk mencari nafkah, atau hanya sekedar mengisi waktu luang. Semoga saja dia selalu diberi keselamatan sepanjang menjalankan pekerjaannya. {ST}

Selasa, 03 Oktober 2017

Becak Motor di Jogja


            Becak adalah salah satu alat transportasi yang terkenal di Indonesia, terutama di Yogyakarta. Kota yang juga akrab disebut Jogja ini memiliki banyak sekali becak sejak puluhan tahun yang lalu. Alat transportasi yang digerakkan dengan kayuhan kaki ini juga menjadi daya tarik bagi turis yang datang ke sana.
            Saat berada di Jogja, saya cukup sering naik becak. Biasanya untuk jarak yang tidak terlalu jauh. Terus terang saya tidak tega kalau jarak tempuhnya kejauhan.
Apalagi kalau melihat pengemudi becaknya sudah tidak muda lagi.
            Saat ini sduah banyak becak motor di Jogja. Becak ini bentuknya modifikasi dari bentuk becak kayuh biasa. Hanya saja penggeraknya menggunakan tenaga motor, seperti sepeda motor. Becak jenis ini tidak terlalu banyak menggunakan tenaga manusia.
            Saya pernah mencoba menggunakan becak motor ini. Kecepatannya tentu saja lebih cepat dibandingkan becak yang dikayuh oleh manusia. Mungkin menurut pandangan sang pengemudi jarak becak dengan kendaraan di depan masih dalam jarak aman. Namun dari kursi pengemudi tampaknya tidak demikian. Naik becak yang ngebut itu malah rasanya agak mengerikan. Apalagi kita sebagai penumpang yang berada di paling depan. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini