Ana

Rabu, 30 Agustus 2017

Rencana Diet GM




            Saat ini saya sedang kelebihan berat badan dan berencana untuk melakukan diet. Setelah membaca dan mendengar banyak referensi, saya memilih melakukan diet GM. Diet GM adalah diet yang dilakukan oleh karyawan General Motor untuk menjaga kesehatannya. Diet ini dilakukan selama 7 hari berturut-turut dan hanya boleh dilakukan 1 kali sebulan.
Hari 1, Kamis, 31 Agustus 2017: Buah: semangka, pepaya, tomat, mangga, nanas, pir, buah naga.
Hari 2, Jumat, 1 September 2017: Sayur: bayam, kangkung, buncis, daun singkong, sawi.
Hari 3, Sabtu, 2 September 2017: Buah dan sayur
Hari 4, Minggu, 3 September 2017: pisang & susu
Hari 5, Senin, 4 September 2017: daging, ikan, tomat
Hari 6, Selasa, 5 September 2017: daging, ikan, sayuran
Hari 7, Rabu, 6 September 2017: beras merah, jus buah, sayuran
            Nah, itu rencana dietnya. Untuk pelaksanaannya, ada cerita lanjutannya. {ST}

Senin, 28 Agustus 2017

ATM Lagi Offline




            Akhir bulan Agustus 2017, beberapa ATM mendadak offline. Mesin ATM itu tidak dapat berfungsi. Kebanyakan adalah ATM dari sebuah bank swasta besar di mana saya juga menjadi nasabahnya. ATM yang offline itu termasuk juga ATM yang berada di sekitar rumah saya. Akibatnya saya tidak bisa mengambil uang tunai dari mesin ATM itu.

            Akhir bulan itu bertepatan pula dengan akhir minggu. Yang paling penting, bertepatan pula dengan waktu gajian. Waktunya para pekerja menerima upahnya. Tentunya mereka juga ingin menggunakannya. Banyaknya orang yang terganggu karena ATM tak berfungsi itu ternyata cukup banyak. Cukup banyak untuk membuat trending topic.

            Mesin-mesin ATM itu tidak dapat berfungsi dengan baik karena adanya gangguan telekomunikasi. Konon kabarnya satelit yang digunakan sudah tidak layak lagi dan harus segera diganti. Satelit yang didesain untuk dapat digunakan selama 15 tahun itu saat ini telah berusia 18 tahun. Entah apa sebabnya satelit tersebut masih digunakan. Mungkin karena alasan ekonomis. {ST}

Kamis, 24 Agustus 2017

Ruang Tunggu Bandara Adisucipto yang Sangat Padat




            Libur panjang di pertengahan bulan Agustus 2017 saya gunakan untuk berlibur ke Jogja. Saya baru kembali ke Jakarta pada tanggal 20 Agustus 2017 menggunakan pesawat malam. Maskapai pesawat yang saya gunakan itu kemudian mengumumkan keterlambatannya.
            Pada hari itu Bandara Adisucipto sangat padat oleh orang. Sepertinya mereka juga seperti saya, orang-orang yang melewatkan akhir pekannya di kota ini. Hari ini adalah hari terakhir liburan dan sudah waktunya pulang. Seperti calon penumpang lainnya, saya ikut berbondong-dondong menuju ruang tunggu.
            Ruang tunggu bandara itu tidak kalah hiruk-pikuknya dengan bagian lainnya. Hampir semua tempat duduk ada yang menduduki. Di gang-gang sempit antar kursi ada barang-barang. Ada juga antrean orang untuk naik ke pesawat.
            Berhubung saya pergi sendiri, cukup mudah bagi saya untuk menemukan tempat duduk. Saya senang sekali saat menemukan tempat duduk tepat di bawah lampu yang terang. Saya bisa membaca sambil menanti. Tempat duduk itu juga letaknya tak terlalu jauh dari pintu keluar ke apron.
            Tak lama kemudian saya sudah asyik dengan buku bacaan saya. Saya tidak terlalu memerhatikan sekitar sampai ada orang yang menegur saya.
            “Apakah saya boleh taro barang di sini?” pinta seorang pemuda.
            Setelah melihat bawaannya, yang berupa sekotak bakpia, saya mengiyakan dengan ramah. Di dekat tempat duduk saya itu memang ada space cukup besar untuk meletakkan barang. Saya pun akan meletakkan bawaan saya di situ apabila saya membawa barang bawaan yang cukup banyak.
            Pemuda itu meletakkan kotak bakpianya kemudian memanggil rombongannya. Rupanya rombongan mereka terpencar-pencar karena tidak menemukan tempat duduk yang berdekatan. Rombongan itu tidak hanya terdiri dari para pemuda sopan. Dalam rombongan ini juga ada perempuan setengah baya agak bawel, dan anak-anak remaja perempuan yang berisik sekali. Masing-masing orang membawa bawaannya masing-masing. Bawaan itu kemudian diletakkan di dekat tempat duduk saya. Timbunan barang itu ada yang menimpa kaki saya.
Rombongan itu berkumpul di sekeliling saya. Mereka berdiri karena tidak mendapat tempat duduk. Rasanya saya agak terganggu dengan kehadiran mereka. Selain menghalangi cahaya lampu, suara berisik mereka yang terlalu dekat dengan telinga juga menjadi polusi suara. Sempat terpikir untuk pergi saja. Namun saya tetap bertahan saat melihat padatnya ruang tunggu bandara itu. Kalau saya pindah, belum tentu saya mendapat temapt duduk yang ada lampunya seperti ini.
Perempuan setengah baya dalam rombongan itu akhirnya mendapat tempat duduk yang agak jauh. Sementara rombongannya masih berada di sekeliling saya. Saya sempat lega sejenak karena dialah sumber suara yang paling keras. Namun kelegaan itu tidak berlangsung lama. Beberapa menit kemudian ia datang lagi. Perempuan itu bahkan duduk nyempil di samping saya tanpa lebih dulu mengucapkan permisi. Ia mengeluh kalau bandara ini bisingnya seperti pasar. Sepertinya ia tidak sadar bahwa mulutnya adalah salah satu sumber kebisingan itu.
Saya lega sekali saat ada pengumuman untuk segera naik ke pesawat udara. Dengan sigap saya melangkahkan kaki menuju antrean ke pesawat, meninggalkan keriuhan ruang tunggu di belakang saya. {ST}

Rabu, 23 Agustus 2017

Bentuk Tanduk Kerbau Berbeda-Beda




            Saya tidak terlalu sering melihat kerbau hidup. Mamalia ini memang jarang saya temui dalam kehidupan saya. Baik sebagai hewan ternak maupun sebagai makanan. Kerbau hanya saya kenal dari bahan bacaan dan siaran TV. Saya baru melihat dan mengamati kerbau hidup belum lama  ini, saat saya mendapat tugas ke Tana Toraja.
            Bagi orang Toraja, kerbau adalah hewan yang penting. Kerbau adalah lambang kemakmuran. Hampir setiap keluarga memutuskan untuk memelihara kerbau jika memiliki uang berlebih. Kerbau-kerbau ini dipelihara untuk dikorbankan dalam upacara kematian adat Toraja.
            Sepanjang perjalanan ke Tana Toraja,a da banyak sekali kerbau yang terlihat di pinggir jalan. Ada yang sedang makan, ada pula yang sedang berkubang. Kerbau-kerbau itu ada yang diikat, ada juga yang dibiarkan bebas.
             Dalam kunjungan kerja itu, saya juga baru tahu kerbau itu ada banyak macamnya. Artikel tentang ini akan saya buat terpisah. Saya melihat langsung kerbau-kerbau itu.Ternyata memang benar, kerbau yang berwarna hitam saja berbeda-beda bentuknya. Bentuk yang paling mudah dibedakan adalah tanduknya. Tanduknya ada bermacam-macam. {ST}

Selasa, 22 Agustus 2017

Tidak Sempat Beli OLeh-Oleh




            Saat bepergian, saya hampir selalu menyempatkan diri untuk membeli oleh-oleh. Biasanya saya membeli makanan, supaya bisa dinikmati bersama baik di kantor atau di rumah. Kebiasaan ini, walaupun kadang-kadang membuat kantong agak bokek, tetap saya lakukan. Membawa oleh-oleh semacam sarana untuk berbagi sukacita bagi saya.
            Jogja adalah salah satu kota yang memiliki paling banyak jenis oleh-oleh berupa makanan. Harganya pun tidak seberapa. Ada yang murah banget, ada yang agak mahal. Kalau yang mahal banget rasanya hampir tidak ada. Saya hampir selalu membawa oleh-oleh saat kembali ke Jakarta dari kota ini. Penjual oleh-oleh pun sangat banyak. Bakpia, oleh-oleh khas kota ini, dijual di banyak tempat dengan mutu yang hampir sama.
            Kemudahan untuk mendapatkan oleh-oleh di Jogja membuat saya menunda-nunda untuk membelinya. Dalam perjalanan terakhir saya ke Jogja, saya menundanya sampai beberapa jam sebelum kepergian saya. Saya pikir saya dapat membelinya dalam perjalanan ke bandara.
            Ternyata perkiraan saya meleset. Perjalanan ke bandara memakan waktu cukup lama karena padatnya lalu lintas. Perjalanan yang dulunya memakan waktu tidak sampai setengah jam, kali ini memakan waktu lebih dari 1 jam. Saya deg-degan hampir selama perjalanan karena takut ketinggalan pesawat. Akhirnya saya memutuskan untuk tidak membeli oleh-oleh akrena tidak sempat. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini