Sudah
beberapa kali ini saya mendapatkan penugasan sebagai fotografer. Maksudnya
merangkap menjadi penulis dan fotografer. Biasanya saya hanya menulis saja.
Saya perlu waktu untuk persiapan khusus untuk hal ini karena saya sebenarnya
tidak terlalu ahli memotret. Saya belajar pada teman saya, seorang fotografer
profesional yang sudah berpengalaman.
“Ada
orang yang enggak mau difoto. Ada juga yang minta uang kalau mau difoto,”
ujarnya mengingatkan.
Saya
tahu memang ada beberapa orang yang tidak mau difoto. Saya juga kadang-kadang
begitu. Ada masanya saya benar-benar tidak suka difoto, apalagi kalau saya tahu
kalau foto itu akan digunakan untuk membanding-bandingkan kecantikan. Untuk
yang meminta uang kalau difoto, terus terang saya belum pernah menemuinya.
Teman saya sang fotografer itu
memberikan beberapa tips memotret orang. Antara lain dengan mendekati secara persuasif.
Ajak ngobrol sampai akrab, baru meminta izin untuk memotret dirinya. Carilah
orang-orang yang berdandan khas daerahnya. Biasanya mereka dapat ditemui di
pasar tradisional.
Tips
itulah yang saya lakukan saat berada di pasar di Kota Sukamara, Kalimantan
Tengah. Saya mencari orang yang berdandan khas daerahnya. Sayangnya, tidak
banyak yang orang yang berdandan khas daerah. Kebanyakan orang yang saya temui
di pasar itu berpakaian biasa saja. Maksudnya, model pakaiannya biasa, tidak
ada yang khas daerah. Sampai akhirnya
saya bertemu dengan seorang ibu yang menggunakan bedak dingin. Bedak dingin
adalah salah satu ciri khas di daerah itu.
Saya
mengajak ibu itu berbicara namun dia mengabaikan saya. Saya kemudian
memotretnya dari jauh. Makin lama makin dekat. Bunyi klik klik kamera sudah
pasti dapat didengar oleh ibu itu. Saat saya beada cukup dekat, ibu itu
berteriak. Ia amrah karena saya memotretnya. Tidak hanya itu, ia juga
melemparkan pisaunya.
Saya
langsung lari terbirit-birit karena dilempar pisau. Deg-degan luar biasa.
Seorang bapak mengatakan sesuatu sambil meletakkan jarinya di dahi. Ia
membentuk tanda miring. Melihat tanda itu, saya langsung sedikit lega dan
khawatir di saat bersamaan. Orang yang agak “miring” kemungkinan memang
melakukan hal itu tanpa kesadaran. Mungkin dia tidak tahu bahwa apa yang
dilakukannya membahayakan.
Perlu
waktu beberapa saat bagi saya untuk dapat memulihkan diri. Saya duduk sejenak
di pangkalan ojek. Di situ saya berbincang dengan beberapa orang pria yang agak
ganjen. Saat itu dikelilingi para pria ganjen adalah pilihan yang lebih baik
dibandingkan dilempari pisau. {ST}