Ana

Rabu, 31 Mei 2017

Ciao Gelato di Jogja




 


            Ciao Gelato sudah sering saya dengar namanya dari keponakan-keponakan saya. Tempat ini cukup sering mereka kunjungi bersama orang tua mereka. Di tempat ini ada gelato enak, ada jusnya juga. Selain enak, tampilannya juga menarik. Ada hiasannya. Saya sudah berencana untuk mengajak keponakan-keponakan saya ke sana saat berkunjung ke Jogja.
            Awal bulan Mei 2017 saya berkunjung ke Jogja. Sayangnya saat itu keponakan-keponakan saya yang lucu itu sedang tidak fit dan tidak boleh makan es krim. Sedangkan saya sangat ingin mencoba Ciao Gelato yang sudah terlanjur tenar di keluarga kami itu.
            Ciao Gelato terletak di Jalan Sutomo. Letaknya tak jauh dari tempat saya menginap di Jogja. Untuk ke sana, bisa dengan berjalan kaki saja. Saya pun berjalan kaki ke sana tanpa mengatakannya pada keponakan saya. Hmmm…. Sebenarnya saya berpamitan mau ke ATM. Setelah ke ATM, barulah saya melangkahkan kaki ke sana. Sempat merasa tidak tega juga, sih. Tetapi lebih baik mereka tidak usah diajak demi kebaikan mereka sendiri.
            Saya memesan gelato rasa cokelat mint dan minuman kopi dingin. Rasanya segar. Pas di lidah saya. Bayangan pelayan jutek yang melayani saya langsung lenyap saat menyantap es krim itu. Sayangnya saya hanya sendirian menikmatinya. Mungkin suatu saat nanti saya akan mengajak keponakan-keponakan saya itu. {ST}

Senin, 29 Mei 2017

Namanya Suka




            Saya tertegun sendiri melihat nama pengemudi yang akan menjemput saya. Namanya Suka. Hanya 1 kata itu. Nama yang tidak umum digunakan oleh manusia. Biasanya nama suka sering digunakan sebagai nama tempat. Itu pun ada sambungannya. Misalnya Sukajadi, Sukasari, Sukamara, Sukamiskin, dll.

            Nama anak biasanya adalah harapan atau perasaan orang tuanya. Tentunya rasa suka adalah perasaan yang dirasakan oleh orang tua Pak Suka ini. Mungkin dia juga diharapkan untuk menyebarkan rasa suka di sekitarnya. Yang jelas, saya sih suka-suka aja diantar olehnya. Saya memberikan bintang 5 untuk jasanya mengantarkan saya. {ST}

Minggu, 28 Mei 2017

Hasil Bumi Saat Pentakosta


            Peringatan Pentakosta tahun 2017 ini jatuh pada tanggal 4 Juni 2017. Hari itu diperingati sebagai hari turunnya Roh Kudus yang dicatat dalam Kisah Para Rasul. Hari Pentakosta juga menjadi awal tahun gerejawi.
            Dari tahun ke tahun, selalu ada hasil bumi pada saat hari Pentakosta. Hasil bumi berupa padi, palawija, sayuran dan buah-buahan itu menjadi bagian dari dekorasi dan juga ibadah. Hasil bumi itu menjadi persembahan syukur yang dibawa pada bagian persembahan dalam ibadah.
            Dari tahun ke tahun pula, selalu ada “masalah kecil” akan diapakan buah dan sayur itu. Ada kalanya dilelang, ada juga yang dibuang. Beberapa kali bahkan pernah diberikan terbuka kepada siapa saja yang menginginkannya. Pernah terjadi perebutan buah-buahan pada saat itu.
            Adanya buah-buahan itu sempat pula memancing pendapat kritis sebagian orang, baik tentang makna teologinya, maupun tentang relevansinya. Saya tidak terlalu memusingkan maknanya. Saya lebih memikirkan biayanya dan efek setelahnya.
            Buah-buahan dan sayuran yang dipajang itu hampir semuanya dibeli. Tidak ada yang hasil tanaman jemaat dan kemudian dibawa menjadi persembahan. Harganya tidak murah, lo. Beberapa tahun yang lalu saya pernah bertugas membeli buah-buahan itu.
            Efek setelahnya juga pernah membuat saya gerah. Apalagi itu jadinya saling menyalahkan. Biasanya tentang bagaimana penanganan hasil bumi yang sebelumnya menjadi dekorasi itu. Syukurnya hal itu tidak terjadi tahun ini. Hasil bumi itu langsung ludes tak lama setelah kebaktian terakhir berakhir. {ST}

Sabtu, 27 Mei 2017

Kereta Khusus Wanita yang Pintunya Terbuka




            Bulan Mei 2017 saya naik kereta api dari Jogja ke Jakarta. Saat memasuki Jakarta, saya melihat ke arah luar. Di rel lain terlihat kereta khusus wanita yang pintunya terbuka. Di pintu yang terbuka itu terlihat beberapa orang yang berdiri menghadap ke luar. Dari kejauhan terlihat padatnya orang di dalam gerbong itu.
            Melihat pemandangan itu, saya jadi ngeri sendiri. Bagaimana seandainya ada yang mendorong ke luar pintu. Bayangan ngeri saya itu terbentuk karena cerita tentang ganasnya kereta khusus wanita yang pernah saya dengar. Penumpang kereta khusus wanita kabarnya banyak yang egois dan “ganas” demi mendapatkan tempat yang nyaman. Semoga saja tidak demikian kenyataannya. {ST}

Jumat, 26 Mei 2017

Diikuti Oleh Orang Berjenggot Sehari Setelah Pemboman




            Hari Rabu tanggal 24 Mei 2017 Jakarta dihebohkan oleh bom yang meledak di Kampung Melayu. Bom itu meledak di halte Transjakarta dan menewaskan beberapa orang polisi. Peristiwa itu langsung menyebar cepat dengan bantuan media sosial. Beritanya tidak hanya berupa kata atau suara, tetapi juga foto-foto yang menyeramkan.

            Esoknya, tanggal 25 Mei 2017 adalah hari libur nasional. Hari itu dirayakan sebagai hari kenaikan Tuhan Yesus ke Surga. Sebagai orang Kristen, saya merayakannya dengan kebaktian di gereja. Saya bertugas di kebaktian pukul 19.00 WIB di GKI Kwitang.

            Saat tiba di gereja, saya menyapa beberapa orang yang saya kenal. Namun ada 1 orang yang tidak saya kenal. Orang itu mengikuti saya di lorong gereja. Lelaki itu berjenggot dan membawa ransel hitam besar.

            Sejenak saya merasa agak waswas melihat orang yang mengikuti saya itu. Ciri-cirinya membuat saya berprasangka. Berkali-kali saya mendapat peringatan untuk mewaspadai orang tak dikenal yang membawa ransel besar, yang biasanya berwarna hitam. Peringatan itu kembali teringat,  apalagi sehari sebelumnya terjadi pemboman.

            Saya menghentikan langkah sejenak karena sepertinya orang itu ingin mengajak berbicara.

            “Ruang majelis di mana, ya?” tanyanya.

            “Ooo, di situ,” jawab saya sambil menunjuk ke ruang konsistori.

Saya juga mengantarkannya karena saya juga mau menuju ke ruang itu untuk persiapan bertugas. Dalam hati saya bertanya-tanya apa kepentingannya ke ruang majelis. Tepat saat saya mau bertanya, dia sudah lebih dulu memberikan jawabannya.

“Saya yang berkhotbah di kebaktian malam ini,” ujarnya.

“Hah?” pekik saya kaget.

Seingat saya, yang dijadwalkan bertugas malam itu adalah seorang pendeta perempuan. Kok, malah munculnya seorang pria berjenggot begini. Saya baru mendapatkan penjelasannya saat berada di ruang konsistori. Rupanya dia menggantikan tugas pendeta yang telah dijadwalkan. Saya jadi malu sendiri karena berprasangka. Sepertinya prasangka itu masuk ke dalam alam bawah sadar saya. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini