Ana

Kamis, 13 April 2017

Roti Buaya Simbol Kesetiaan (?)




            Roti buaya selalu ada dalam pernikahan adat Betawi. Saya sudah beberapa kali melihatnya. Namun, baru 1 kali menyantapnya. Itu pun tidak dalam cara pernikahan Betawi. Roti yang saya santap itu tadinya sebagai pajangan dalam cara bertema makanan tradisional. Roti itu sudah keras dan tidak terlalu enak.

            Saya tidak ingat lagi tentang roti buaya sampai kemudian melihatnya di sebuah toko kue yang terkenal enak. Sepasang roti buaya itu sudah dibungkus cantik. Ya, roti buaya untuk acara pernikahan memang selalu ada 2, berpasangan seperti pengantinnya.

            Roti buaya ternyata menyimbolkan kesetiaan dan kemapanan. Konon kabarnya (yang terbukti secara ilmiah tidak benar) buaya hanya memiliki 1 pasangan selama hidupnya. Buaya yang sabar menunggu mangsa juga menandakan sifat setianya. Pengantin yang menikah diharapkan akan setia seperti buaya ini.

            Saya sempat terperanjat saat tahu bahwa buaya dikira memiliki 1 pasangan saja. Dari tayangan TV yang pernah saya lihat, buaya jantan selalu menaklukkan para betina yang berada di wilayah kekuasaannya. Saat penguasa baru datang, para betina itu pun berganti pasangan. Saya tahu karena cukup sering menonton tayangan tentang kehidupan liar, sebagai hiburan dan juga pengetahuan.

            Seekor buaya penguasa dapat dikatakan adalah ayah bagi anak-anak buaya di daerah kekuasaannya. Induk jantan dan betina buaya tidak hidup bersama. Buaya jantan berkelana sendirian. Mereka juga tidak merawat anaknya bersama-sama. Ayah dan anak buaya ini kemungkinan juga tidak saling mengenal dalam kehidupannya. Sebenarnya bukanlah sesuatu yang seharusnya dicontoh oleh manusia.

            Terlepas dari kehidupan buaya di alam liar, makna roti buaya yang mengharapkan kesetiaan tentunya patut dihargai. Mungkin pada saat roti buaya ini dibuat, memang ada buaya yang setia pada pasangannya sampai maut memisahkan. Bukankah memang selalu ada makhluk yang menyimpang dari sifat alaminya?

            Roti buaya zaman dulu ternyata memang dibuat keras dan tidak enak. Roti ini tidak untuk dimakan, tetapi dibiarkan sampai rusak dengan sendirinya. Itu menyimbolkan kedua pengantin itu menjalani kehidupannya bersama sampai tua dan maut memisahkan. Sepertinya roti yang semacam inilah yang pernah saya makan dulu itu.

            Saat ini kabarnya roti buaya dibuat dari bahan yang lebih enak, sehingga dapat dimakan setelah digunakan. Kemungkinan roti buaya yang saya liat di toko kue itu rasanya enak. Toko kue yang saya datangi itu memang menjual kue-kue yang rasanya enak. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini