Ana

Minggu, 30 April 2017

Monopod dan Tongsis Harus Masuk ke Bagasi




            Saya membawa monopod dalam sebuah perjalanan ke Kalimantan. Perjalanan ini adalah bagian dari tugas saya. Monopod itu menjadi alat bantu saya untuk merekam bahasa yang digunakan di tempat itu. Saya memilih membawa monopod yang ringkas dibandingkan dengan tripod yang ukurannya lebih besar dan tentu saja lebih berat.
            Monopod itu dapat dipendekkan kemudian dimasukkan dalam sarung hitam dengan pegangan. Saya membawanya seperti membawa tas yang disampirkan di bahu. Keberadaannya di lengan saya tidak terlalu mengganggu karena bobotnya yang ringan. Saya pun berjalan santai menuju ruang tunggu bandara untuk menanti penerbangan pagi.
            Pada saat pemeriksaan barang yang dimasukkan ke dalam alat pindai, monopod itu menjadi masalah. Sesaat setelah keluar dari alat pindai itu, pemiliknya langsung dipanggil. Saya pun datang ke situ tanpa rasa bersalah.
            “Mbak tahu kalau alat ini tidak boleh dibawa dalam kabin? Alat seperti ini harus dimasukkan dalam bagasi,” ujar seorang petugas keamanan.
            “Gak tahu. Saya baru tahu sekarang ini,” jawab saya agak kesal.
            Saya kesal karena percakapan itu menghambat perjalanan saya. Saya sudah berjanji akan bertemu dengan teman seperjalanan saya di ruang tunggu. O ya, saat itu saya belum mengenal teman perjalanan saya itu. Kami hanya berhubungan menggunakan pesan Whatsapp.
            “Terus, ini harus bagaimana?” tanya saya.
            “Ya, ini harus dimasukkan ke bagasi,” jawab petugas itu.
            “Alasannya apa?” tanya saya lagi.
            “Ada peraturannya, Mbak,” jawabnya lagi.
            “Peraturannya baru, ya? Saya baru tahu. Sebelumnya saya juga pernah bawa, gak ditangkap, tuh,” omel saya.
            “Iya, peraturannya baru beberapa bulan ini, Mbak. O ya, ini bukan ditangkap, kok,” jawab petugas itu. Kali ini suaranya lebih ramah. Sebelumnya suaranya terdengar tegas, seperti layaknya petugas keamanan.
            “Alasannya apa, sih? Kalau dilarang membawa benda tajam atau bahan yang mudah meledak, kan, dapat dipahami. Kalau monopod, memangnya kenapa? Tongsis itu monopod juga, kan?” kata saya tetap belum dapat menerima.
            “Begini saja. Ibu saya temani ke bagian penitipan bagasi,” kata petugas itu menawarkan diri.
Dia tidak menjawab pertanyaan saya sama sekali. Mungkin dia juga bingung. Atau tak menyangka akan bertemu dengan penumpang yang terlalu kritis seperti saya.
“Kalau monopodnya saya masukkan dalam tas bagaimana?” tanya saya, masih mencoba negosiasi.
“Eh…eng hmm,” gumam petugas itu.
Akhirnya petugas itu curhat bahwa dia juga tidak tahu mengapa ada peraturan itu. Tentunya peraturan itu dibuat karena ada kejadian sebelumnya. Mungkin pernah ada peristiwa yang membahayakan dengan menggunakan monopod. Memang ada potensi bahaya apabil ada monopod di dalam kabin. Mungkin saja digunakan untuk kejahatan.
Tak terasa kami pun sampai di loket pengurusan bagasi. Saya masih tetap keberatan namun tidak lagi mendebat. Saya mengikuti prosedur untuk menitipkan monopod saya ke dalam bagasi. Monopod saya mendapatkan tanda terima bagasi. Saya harus mengambilnya di bandara tujuan.  Dalam hati saya berjanji untuk sebisanya tidak membawa monopod lagi. Hmmm…. Atau sekalian saja bawa bagasi yang banyak. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini