Ana

Sabtu, 11 Februari 2017

Membajak Penjual Putu





            Putu bambu adalah salah satu makanan kesukaan saya. Saya sangat senang ketika mendapati keponakan-keponakan saya ternyata juga suka makan kue putu. Kami sangat bersemangat ketika terdengar suara khas putu bambu. Uuuu…. Begitu bunyinya.

            Putu bambu yang berjualan di kompleks rumah tempat tinggal keponakan saya itu dijual oleh seorang bapak dengan menggunakan sepeda. Bapak yang ramah itu sepertinya sudah mengenal dengan baik keponakan-keponakan saya. Ia juga mengizinkan keponakan-keponakan saya “bermain” dengan dagangannya. Kami kemudian “membajak” penjual putu ini.


            Membuat putu bambu memang mengasyikkan. Waktu kecil saya sering memainkannya dengan bahan-bahan “bohongan”. Bahan untuk putu bambu menggunakan pasir yang memang banyak di tempat tinggal saya waktu kecil di Palangkaraya.  Bambunya menggunakan bambu sungguhan. Gulanya dengan tanah. Permainan yang kalau dipikir-pikir sekarang ini agak jorok, namun berkesan dan menyenangkan.

            Daya tarik pembuatan putu juga menarik keponakan saya yang berusia 6 tahun. Awalnya dia hanya melihat dengan wajah tertarik, kemudian tangannya mulai memegang bambu-bambu yang digunakan sebagai alat masak putu. Saya awalnya melarangnya dan menjauhkan tangan kecilnya dari bahan pembuat putu. Namun, bapak penjual putu malah memberikan sebuah bambu dan setumpuk bahan putu.

Keponakan saya itu segera bereksperimen. Dia memasukkan bahan-bahan putu. Mula-mula tepungnya, kemudian gulanya. Ia membuatnya beberapa kue putu. Ada beberapa kue yang gulanya berlapis-lapis. Kue-kue putu ini kemudian dimasak dalam bambu bersama dengan kue-kue putu lainnya.
Setelah dibuka, kue putu buatan keponakan saya itu bentuknya tidak sekeren buatan bapak pembuat putu. Ada beberapa yang bentuknya nyaris hancur. Ada beberapa yang gulanya meleleh keluar. Ada juga yang terlihat lapisan-lapisannya. Intinya, kue ini tidak layak jual, deh. Sampai-sampai bapak penjual putu pun memutuskan untuk tidak menjualnya. Ia tidak menghitung kue-kue berbentuk tak karuan itu dalam harganya. Saya yang berkeras untuk mengganti harga bahan yang telah digunakan oleh keponakan saya yang bermain putu-putuan itu, tentunya beserta dengan ucapan terima kasih yang tulus.
Kue putu buatan keponakan saya itu cukup enak, kok. Bentuknya saja yang tidak karuan. Saya dan keponakan saya senang sekali karena makan kue putu buatan sendiri. Kami sama-sama mendoakan semoga bapak penjual putu itu tetap setia menjadi penjual putu dan menjajakan makanan favorit kami itu. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini