Ana

Selasa, 07 Februari 2017

Melihat dan Membuat Huruf Braille




            Huruf braille sebagai huruf untuk tunanetra telah lama saya ketahui. Pengetahuan itu sepertinya telah saya ketahui sejak masih di SD, semacam pelajaran hafalan yang masih saya ingat sampai sekarang. Saya juga sudah lama tahu bahwa cara membacanya dengan diraba.
            Walaupun sudah lama tahu, saya masih sangat gembira saat benar-benar melihatnya. Tulisan braille itu tertuang dalam kertas putih yang menjadi karya tulis seorang anak. Bayangkan, ada tulisan braille sebanyak itu. Selama ini huruf braille yang saya tahu paling-paling hanya yang ada di tombol lift. Itu pun karena saya memang diharuskan meraba tombol liftnya.

            Karya tulis itu menjadi syarat untuk pemilihan delegasi konferensi anak yang rutin diadakan oleh media anak tempat saya numpang berkarya. Saya mendapatkan kesempatan untuk membaca karya itu karena saya bertugas sebagai jurinya. Saya membaca terjemahannya yang diketik menjadi tulisan biasa, kemudian saya membacanya ulang sambil meraba karyanya. Walaupun tidak terlalu paham hurufnya, sensasinya luar biasa. Saya senang sekali.
            Saya lebih senang lagi karena memiliki kesempatan untuk bertemu langsung dengan penulisnya. Ya, anak ini terpilih menjadi salah satu delegasi. Dalam konferensi yang berlangsung selama 4 hari 3 malam itu, ia berbaur dengan anak-anak lain yang penglihatannya normal. Ia juga harus melakukan kegiatan yang sama, salah satunya adalah menulis jurnal.

            Jurnal yang dibuatnya tentu saja menggunakan huruf braille. Saat itulah saya baru pertama kali melihat bagaimana cara penulisan huruf braille yang terdiri dari titik-titik itu. Untuk penulisan biasa, digunakan alat seperti penggaris. Penggaris ini digunakan sepasang seperti menjepit kertas. Pada penggaris ini ada lubang-lubang yang dapat digunakan untuk membuat titik-titik braille. Untuk membuat titiknya digunakan pin kecil yang runcing.
            Anak itu menulis, atau lebih tepatnya membuat titik-titik, dengan kecepatan yang luar biasa. Saya makin kagum saat saya mencoba membuat tulisan itu sendiri. Membuat 1 huruf saja susahnya luar biasa.
            “Kan, sudah biasa,” ujar anak itu saat saya tanyakan bagaimana caranya membuat tulisan braille secepat itu.
            Walaupun sudah tahu kalau dia bisa karena biasa, saya tetap kagum pada anak itu. Menulis jurnal tidak hanya sekedar menulis. Menulis jurnal perlu kemampuan lebih, perlu pemikiran lebih. Anak itu melakukannya dengan mudah. Dia bahkan bercita-cita menjadi penulis kelak. Wow! Saya mendoakan semoga ia berhasil mencapai cita-citanya. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini