Ana

Kamis, 23 Februari 2017

Buku Tentang Laut untuk Anak Hulu Sungai




            Saat berkunjung ke desa asal Papah di hulu Sungai Kahayan, saya bertemu dengan seorang anak bertampang bosan. Namanya Nelson. Anak ini ikut ayahnya mengunjungi kami. Ayah anak itu sepertinya masih berkerabat dengan kami. Dengan demikian Nelson pun masih berkerabat dengan saya.
            Saya dapat mengerti wajah bosan yang ditampilkan Nelson. Menemani orang tua berbincang dengan orang dewasa lainnya memang kadang-kadang membosankan. Apalagi kalau yang dibicarakan adalah anak-anaknya. Mereka berbicara seakan-akan anak-anak itu tidak ada di situ. Kalaupun ada, dianggap tidak ada. Atau malah tidak dianggap sama sekali.
            Waktu kecil dulu saya termasuk anak yang bosan mengikuti acara seperti ini. Kadang-kadang saya tidak berhasil menyembunyikan ketidaksukaan saya. Apalagi kalau yang dijadikan topik pembicaraan adalah saya sendiri. Siapa, sih, yang suka dijadikan bahan pembicaraan? Apalagi kalau yang dibahas adalah kekurangannya.
            Saya mengerti kekesalan Nelson karena ayahnya mengatakan bahwa anak bungsunya itu agak pemalas. Sukanya bermain saja. Anak itu tidak suka membantu ayahnya menyadap karet atau mencari rotan. Nelson bahkan pernah tidak naik kelas. Pantas saja Nelson manyun.
            Saya tidak ingin menambah penderitaan Nelson. Lebih baik saya berbincang hal yang lain saja. Saya kemudian memberikannya sebuah buku. Ini juga sebagai wujud nyata gerakan #1Traveler1Book yang saya dukung. Buku itu penuh gambar dan dicetak dengan kertas mengkilap yang bagus. Buku itu tentang laut.
            Wajah Nelson tetap cemberut saat saya berikan buku itu. Setelah itu dia menunduk. Saya tidak lagi memaksanya bicara. Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, saya dapat mengerti wajah bosan yang ditampilkan Nelson. Pada saat seperti itu, saya tidak akan mau diajak bercakap-cakap. Apalagi percakapanya bersifat basa-basi.
            Sementara orang-orang dewasa kembali bercakap-cakap, Nelson sesekali membuka buku barunya. Saya bisa melihat ketertarikan di wajahnya yang menunduk. Saya harap, kelak Nelson dapat melihat lautan, seperti yang ada di buku barunya itu. Selama ini ia hanya berada di sekitar desa asalnya, tempatnya dilahirkan. Mungkin dia akan mengukir karya besar di lautan. Semoga saja. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini