Ana

Senin, 27 Februari 2017

Ketinggalan Alkitab Kuning Pernikahan




            Di gereja tempat saya sering beribadah ada banyak sekali Alkitab yang ketinggalan. Alkitab-Alkitab itu ditempatkan dalam sebuah lemari yang dapat dilihat oleh semua orang. Di dekat lemari itu ada tulisan yang memberitahukan bagaimana cara untuk mengambil Alkitab miliknya yang ketinggalan. Caranya dengan menghubungi petugas di kantor gereja dan kemudian menandatangani tanda terima saat telah menerimanya.
            Beberapa Alkitab itu ada yang kondisinya sudah buruk rupa. Yang seperti ini mungkin memang sengaja ditinggalkan oleh pemiliknya. Ada juga yang kondisinya masih baik. Yang paling mengejutkan bagi saya adalah Alkitab kuning yang biasanya diberikan kepada pasangan yang baru menikah.
            Setelah pemberkatan pernikahan, setiap pasangan yang menikah di gereja selalu mendapat Alkitab sebagai bekal hidupnya. Alkitab itu adalah harta milik mereka bersama. Pasangan-pasangan yang saya kenal biasanya selalu menjaga Alkitab ini dengan baik. Ada yang selalu membacanya, ada juga yang tidak mau terlalu sering membukanya karena takut merusaknya. Tipe yang tidak mau terlalu sering membukanya memilih membuka Alkitab yang lain, buku lain atau yang ada di telepon pintar. Namun, saya tidak pernah mengenal orang yang sengaja meninggalkannya.
            Beberapa waktu yang lalu, saya pernah menemukan Alkitab kuning yang tertinggal. Saya segera menyampaikannya ke kantor gereja karena saya yakin pemiliknya akan merasa kehilangan kemudian mencarinya. Benar saja dugaan saya. Seorang pria muda datang menanyakan Alkitab itu minggu depannya. Di belakangnya ada pasangannya yang berwajah penuh harap. Sepasang manusia itu kemudian menunjukkan wajah gembira saat menemukan Alkitab mereka.
            Akhir-akhir ini, saya juga sering menemukan Alkitab kuning yang sejenis. Alkitab itu tidak ada yang mencari selama beberapa minggu. Kadang-kadang ada yang meminjamnya saat ada acara yang memerlukan pembacaan Alkitab. Entahlah, apakah pasangan-pasangan itu tidak memerlukannya lagi atau mereka tidak menganggap penting benda itu. {ST}

Sabtu, 25 Februari 2017

Kaki Bayi yang Lucu Sekali




            Saya dan adik-adik agak terobsesi dengan kaki bayi. Menurut kami, kaki bayi adalah salah satu bagian terlucu dari seorang bayi. Kaki bayi biasanya ukurannya kecil (pastilah yaa….) dan agak montok. Kadang-kadang bagian telapaknya gelembung. Lucu sekali.
            Saat bertemu dengan seorang bayi, saya sering melihat ke arah kakinya. Kaki bayi tidak selalu kelihatan. Banyak bayi yang menggunakan sepatu bayi atau kaus kaki bayi. Banyak juga yang dibungkus dengan selimut. Ini adalah salah satu kaki bayi yang berhasil saya potret karena kebetulan tidak tertutup sama sekali. Lucu, kan? {ST}

Jumat, 24 Februari 2017

Waktunya Menentukan Pilihan Dalam Pilkada DKI Jakarta




            Setelah hiruk pikuk kampanye calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, akhirnya tibalah waktu yang dinantikan. Hari Rabu tanggal 15 Februari 2017 menjadi tanggal yang bersejarah. Hari itu dilaksanakan pilkada untuk memilih gubernur dan wakil gubernur yang akan memimpin DKI Jakarta selama 4 tahun ke depan.
            Ada 3 pasangan calon yang mengikuti pilkada DKI Jakarta. Pasangan Agus – Sylvi, Pasangan Ahok – Djarot, Pasangan Anies – Sandi. Ketiga bakal calon ini bersaing dengan sengit. Gaung persaingan mereka tidak hanya terasa di kota yang akan mereka pimpin, lo. Gaungnya sampai ke luar daerah bahkan sampai ke mancanegara.
            Pemilihan suara kali ini disambut dengan antusias oleh sejumlah warga. Orang-orang yang dulunya tidak terlalu peduli pada pilkada mendadak ikut perhatian. Saya yang sebenarnya tidak terlalu suka mengamati pergerakan politik juga ikut-ikutan. Kabarnya pada pilkada kali ini orang yang tidak memilih alias golput sangat sedikit. Hampir semua warga ibu kota ingin ikut berpartisipasi. Beberapa orang kenalan saya yang biasanya bermukim di kota lain, kembali ke Jakarta demi menggunakan hak pilihnya.
Ada beberapa aplikasi untuk mengecek daftar pemilih. Saya juga menggunakannya. Saya agak panik saat nama saya tidak ditemukan dalam aplikasi itu. Saya akhirnya mengeceknya langsung ke kelurahan. Lega sekali rasanya saat melihat ada nama saya di situ.          
Hari Rabu tanggal 15 Februari, seisi rumah kami sudah siap sedia sejak pagi. Kami bersama-sama pergi ke tempat pemungutan suara menggunakan bajaj biru. Kendaraan khas Jakarta itu seakan-akan menjadi simbol bagi pilihan kami untuk kota Jakarta tercinta.
Saya kembali mengecek nama saya di daftar pemilih tetap. Rasanya saya ingin meyakinkan diri sekali lagi kalau saya dapat menggunakan hak pilih saya pada hari itu. Kami mencoblos pasangan calon pilihan kami, kemudian menandai jari kami dengan tinta ungu. {ST}

Kamis, 23 Februari 2017

Buku Tentang Laut untuk Anak Hulu Sungai




            Saat berkunjung ke desa asal Papah di hulu Sungai Kahayan, saya bertemu dengan seorang anak bertampang bosan. Namanya Nelson. Anak ini ikut ayahnya mengunjungi kami. Ayah anak itu sepertinya masih berkerabat dengan kami. Dengan demikian Nelson pun masih berkerabat dengan saya.
            Saya dapat mengerti wajah bosan yang ditampilkan Nelson. Menemani orang tua berbincang dengan orang dewasa lainnya memang kadang-kadang membosankan. Apalagi kalau yang dibicarakan adalah anak-anaknya. Mereka berbicara seakan-akan anak-anak itu tidak ada di situ. Kalaupun ada, dianggap tidak ada. Atau malah tidak dianggap sama sekali.
            Waktu kecil dulu saya termasuk anak yang bosan mengikuti acara seperti ini. Kadang-kadang saya tidak berhasil menyembunyikan ketidaksukaan saya. Apalagi kalau yang dijadikan topik pembicaraan adalah saya sendiri. Siapa, sih, yang suka dijadikan bahan pembicaraan? Apalagi kalau yang dibahas adalah kekurangannya.
            Saya mengerti kekesalan Nelson karena ayahnya mengatakan bahwa anak bungsunya itu agak pemalas. Sukanya bermain saja. Anak itu tidak suka membantu ayahnya menyadap karet atau mencari rotan. Nelson bahkan pernah tidak naik kelas. Pantas saja Nelson manyun.
            Saya tidak ingin menambah penderitaan Nelson. Lebih baik saya berbincang hal yang lain saja. Saya kemudian memberikannya sebuah buku. Ini juga sebagai wujud nyata gerakan #1Traveler1Book yang saya dukung. Buku itu penuh gambar dan dicetak dengan kertas mengkilap yang bagus. Buku itu tentang laut.
            Wajah Nelson tetap cemberut saat saya berikan buku itu. Setelah itu dia menunduk. Saya tidak lagi memaksanya bicara. Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, saya dapat mengerti wajah bosan yang ditampilkan Nelson. Pada saat seperti itu, saya tidak akan mau diajak bercakap-cakap. Apalagi percakapanya bersifat basa-basi.
            Sementara orang-orang dewasa kembali bercakap-cakap, Nelson sesekali membuka buku barunya. Saya bisa melihat ketertarikan di wajahnya yang menunduk. Saya harap, kelak Nelson dapat melihat lautan, seperti yang ada di buku barunya itu. Selama ini ia hanya berada di sekitar desa asalnya, tempatnya dilahirkan. Mungkin dia akan mengukir karya besar di lautan. Semoga saja. {ST}

Rabu, 22 Februari 2017

#1Traveler1Book




            Saya tergerak oleh tagar #1Traveler1Book. Tagar itu menandakan gerakan untuk memberikan buku kepada orang yang kita temui saat bepergian di Indonesia. Saya turut mendukung gerakan ini dengan memasang banner-nya di blog pribadi saya. Banner ini terhubung dengan dokumentasi dari gerakan ini.
            Secara pribadi, saya juga melakukannya. Saya juga memberikan buku kepada orang yang saya temui saat traveling. Dalam perjalanan yang berkaitan dengan tugas kantor, biasanya saya membawa juga majalah tempat saya numpang berkarya.
            Saya termsuk orang yang meyakini bahwa banyak membac abuku akan membuka wawasan kita dan akan mengubah cara pandang kita menjadi lebih baik. Saya harap akan lebih banyak lagi orang yang tergerak oleh gerakan ini, baik sendiri-sendiri, maupun bersama dengan orang lain. {ST}

Klik juga 
#1Traveler1Book

Popular Posts

Isi blog ini