Ana

Senin, 23 Januari 2017

Wartawan Harus Perlihatkan Kartu Identitas




            Sebuah stiker berwarna biru putih menarik perhatian saya. Pada stiker yang tertempel di loket pembayaran itu ada tulisan “Wartawan harus perlihatkan identitas (kartu pers) dan penerbitan terakhir (berantas wartawan tidak jelas)”. Saya langsung mendekat dan memotretnya.
            Kartu pers adalah tanda identitas insan pers. Saya juga memiliki kartu pers berwarna kuning. Kartu ini, oleh beberapa orang dianggap kartu sakti. Hanya dengan menunjukkannya, urusan menjadi lebih mudah. Terutama urusan pelayanan publik. Sebabnya karena sang pelayan ingin memberikan kesan baik kepada pewarta. Harapan di baliknya sudah dapat ditebak. Tentunya pewarta itu akan mengabarkan yang baik-baik saja. Karena kalau sampai mengabarkan kabar buruk, bisa-bisa akan berbuntut panjang. Entah mendapatkan sanksi atau juga reputasi buruk. Mereka takut kebobrokannya akan diungkap media.
            Sampai saat ini saya belum pernah menggunakan “kesaktian” kartu pers saya. Saya hanya mendengar kehebatannya dari beberapa teman setelah saya gagal mengurus SIM dengan jalur resmi. Konon kabarnya, kartu pers yang melambangkan tempat saya numpang berkarya ini termasuk salah satu yang “paling sakti” di negeri ini. Grup media tempat saya bergabung itu termasuk media yang memiliki reputasi baik.
            “Ancaman” dengan menggunakan kartu pers ini sudah menjadi rahasia umum. Tak heran banyak pula orang yang memanfaatkannya. Ada banyak kartu pers abal-abal dengan media tidak jelas, yang tujuannya untuk memeras. Saya pernah melihat beberapa kartu pers tidak jelas seperti ini. Tidak jelas medianya apa dan terbitnya kapan. Adalah hal yang cukup bijaksana jika ada peringatan di stiker itu. Cara paling mudah untuk membuktikan sebuah media masih terbit adalah dengan menunjukkan terbitan terakhirnya.
            Di sisi lain, sebenarnya kartu pers tidak perlu menjadi kartu sakti jika pelayanan publik baik. Kartu itu hanya perlu sebagai kartu identitas saja. Kartu pers naik takhta sebagai kartu sakti karena ada hal tidak baik yang ingin disembunyikan oleh sang pelayan publik. Pemegang kartu pers juga sebaiknya tidak menggunakan pengaruhnya untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Hal itu hanya bisa terjadi jika pelayanan publik benar-benar melayani publik dengan baik. Semoga saja menjadi kenyataan di masa depan. {ST} 

Baca juga:

Popular Posts

Isi blog ini