Kerapu
“nista” bukanlah kerapu jenis baru. Nama ini adalah nama julukan yang saya
berikan kepada kerapu yang dibudidayakan di Kepulauan Seribu beberapa waktu
yang lalu. Tepatnya pada saat Pak Ahok, Gubernur DKI Jakarta, dianggap menista
agama tertentu.
Kerapu ini hampir tidak ada kabarnya karena tenggelam
oleh berita penistaan yang diproses dengan cepat. Saya pun tidak
memerhatikannya lagi sampai muncul beritanya di sebuah media online.
Diberitakan bahwa kerapu yang dibudidayakan itu berkembang dengan baik. Ikan-ikan
kerapu yang bibitnya dibawa oleh Pak Gubernur itu, dapat dipanen setelah
berumur 7 bulan.
Proses budidaya kerapu ini adalah salah satu program
Pemprov DKI Jakarta untuk mengentaskan kemiskinan di sana. Program ini juga
didukung oleh pemerintah pusat sebagai akibat dari pengetatan penangkapan ikan.
Dengan membudidayakan kerapu, potensi pendapatan akan lebih tinggi dan lebih
pasti. Berbeda dengan ikan tangkap, mungkin hasilnya banyak, namun hanya
sesekali saja. Nelayan harus lebih bersabar karena perlu waktu berbulan-bulan
sampai akhirnya kerapu dapat dipanen.
Kerapu menjadi perhatian saya karena saya adalah
penggemar ikan kerapu. Ikan jenis ini kerap menjadi pilihan saya saat
berkunjung ke kedai ikan bakar. Rasa dagingnya enak walaupun dibakar tanpa bumbu.
Jadi tidak sabar rasanya menikmati kerapu nista. {ST}