Ana

Jumat, 23 Desember 2016

Wajah Pahlawan di Lembaran Uang Baru



Desain baru uang rupiah / Bank Indonesia

            Pada tanggal 19 Desember 2016 yang lalu, Pemerintah RI mengeluarkan uang rupiah baru. Ada 7 mata uang kertas, dan 4 mata uang logam. Ada gambar pahlawan di setiap mata uang itu. Gambar pahlawan-pahlawan itu berbeda dengan yang sebelumnya, kecuali Soekarno – Hatta, para proklamator.
            Lembaran uang kertas yang warnanya mirip dengan uang sebelumnya itu sekilas agak mirip dengan beberapa mata uang asing, misalnya yuan dan riyal. Kemiripannya itu membuat isu tersendiri di masyarakat. Saya tidak mau mencatatnya karena isu itu sangat konyol.
Ada 12 orang pahlawan yang gambarnya menghiasi uang baru ini, yaitu:
1. Dr Ir Soekarno (proklamator kemerdekaan RI, Presiden Pertama RI)
2. Drs Mohammad Hatta (proklamator kemerdekaan RI, Wakil Presiden Pertama RI)
3. Ir H Djuanda Kartawidjaja (pengukuh kedaulatan Indonesia)
4. Letjen TNI TB Simatupang (pelindung kemerdekaan Indonesia)
5. Dr Tjipto Mangunkusumo (pendiri Tiga Serangkai)
6. Prof Dr Ir Herman Johannes (pelindung paripurna Indonesia)
7. Mohammad Hoesni Thamrin (perintis revolusi kemerdekaan Indonesia)
8. Tjut Meutia (pejuang kemerdekaan Indonesia dari era kolonial Belanda)
9. Mr I Gusti Ketut Pudja (Tokoh penentu NKRI)
10.Dr GSSJ Ratulangi (gubernur pertama Sulawesi)
11. Frans Kaisiepo (pahlawan kemerdekaan Indonesia)
12. Dr KH Idham Chalid (guru besar Nahdatul Ulama)
            Wajah-wajah pahlawan di lembaran uang ini memang ada beberapa yang tidak terlalu familiar. Misalnya saja Frans Kaisiepo dari Papua. Wajah khas Indonesia timurnya itu menghiasi mata uang Rp 10.000. Raut wajah seperti pahlawan yang satu ini memang jarang terlihat di daerah bagian barat.
Saya sangat prihatin karena banyak orang yang merendahkan pahlawan ini karena wajahnya. Ada juga yang menganggap beberapa pahlawan sebagai orang “k*f*r”. Yang namanya pahlawan nasional, sudah pasti jasanya diakui secara nasional. Jasanya sudah pasti lebih besar dibandingkan para pencela yang malas itu. Mengapa saya bilang malas? Kalau memang tidak tahu jasanya, kan, bisa cari tahu. Apalagi di era sekarang, mencari informasi sangat gampang. Malas plus arogan jadinya ya seperti itu. Miskin karya tetapi sesumbar. Semacam tong kosong yang nyaring bunyinya. Yang dikeluarkan adalah nista dan fitnah.
Prihatin saja tidak cukup, saya juga turut dalam petisi yang menuntut seorang pencela pahlawan itu ditindak secara hukum. Saya secara rutin memantau perkembangan petisi ini. Semoga saja penista pahlawan itu segera diproses hukum dan mendapat ganjaran yang setimpal.
Saya jadi membayangkan, bagaimana jadinya jika para penista pahlawan itu mendapatkan segepok uang baru bergambar para pahlawan yang mereka nista? Apakah mereka akan membuangnya? Ataukah mereka tetap menggunakannya? {ST}

Popular Posts

Isi blog ini