Jamu
adalah salah satu kekayaan Indonesia. Berbagai daerah di Indonesia memiliki
tradisi jamu dan obat-obat tradisionalnya. Harganya biasanya tidak terlalu
mahal alias murah. Itu membuat jamu identik dengan kelas bawah.
Belum
lama ini saya mendapat kesempatan makan di restoran yang cukup mewah. Ditraktir
ceritanya. Restoran itu menyajikan menu makanan khas Indonesia. Harganya
relatif mahal untuk ukuran kantong saya. Apalagi porsi makanan yang kami pesan
saat itu cukup banyak.
Sebagai
reward atas pesanan yang banyak itu,
kami mendapatkan bonus minuman jamu. Ada 2 macam jamu yang boleh dipilih, yaitu
beras kencur dan kunyit asem. Kedua jenis jamu ini adalah jamu standar dagangan
mbok jamu. Jamu-jamu jenis ini boleh diminum oleh siapa saja.
Saya
mengambil salah satu gelas berisi jamu itu sambil membayangkan segarnya jamu
beras kencur yang dingin itu. Saya meneguknya kemudian terbatuk-batuk. Cairan
yang saya teguk itu memang berasa kencurnya, namun rasa yang dominan adalah
gulanya. Minuman itu manis sekali, hampir seperti sirup manisnya.
Beberapa
ratus tahun yang lalu, gula memang pernah menjadi simbol kemewahan. Tidak semua
orang dapat menikmati manisnya gula. Gula dan olahannya menjadi suguhan mewah
di pesta-pesta. Namun, zaman itu telah berlalu. Saat ini gula ada di mana-mana,
semua orang dapat menikmatinya dengan harga murah. Bahkan tanpa harus
mengeluarkan biaya pun orang dapat menikmati gula.
Saya
tidak tahu apakah manisnya jamu di restoran mewah itu sebagai nostalgia akan
kejayaan gula ratusan tahun yang lalu atau hanya karena selera manis sang
pembuat. Yang jelas saya hampir tidak bisa menikmatinya. Akhirnya jamu itu
tidak habis saya minum. {ST}