Saya
dan keluarga telah lama mengenal tradisi pijat. Keluarga kami memiliki terapis
favorit yang sering kami gunakan jasanya. Suatu hari, soal pijat memijat ini
menjadi agak terkendala. Mbak Iis, terapis langganan kami itu berhenti dari
pekerjaannya karena hamil. Setelah itu, kami merasa kehilangan sampai akhirnya
bertemu Bu Sri.
Baca juga: Mbak Pijat Panggilan
Saya
mengenal Bu Sri karena rekomendasi dari adik saya. Pijatan Bu Sri katanya simbok-simbok
banget. Ia telah berprofesi sebagai tukang pijat sejak masih sangat muda. Saat
ini Bu Sri sudah setengah baya. Pengalamannya memijat sudah sangat banyak. Pengalamannya
itu terasa dalam setiap sentuhan tangan dan kakinya. Ya, Bu Sri juga memijat
menggunakan kakinya. Sejak saat itu Bu Sri menjadi terapis pijat langganan
saya.
Saat
sedang memijat, Bu Sri sering bersendawa. Di kalangan para pemijat, ada
kepercayaan kalau sendawa artinya mengeluarkan angin orang yang dipijat. Entah
mengapa, orang yang sedang memijat malah jadi sering bersendawa. Saya juga
kadang-kadang merasakannya ketika memijat orang lain. Sampai sekarang saya
belum tahu penjelasan ilmiah tentang hal ini.
Bu Sri juga meyakini bahwa sendawanya itu artinya
mengeluarkan angin orang yang dipijatnya. Bu Sri punya cara khusus untuk
mengeluarkan angin, caranya dengan menggunakan kaki. Ia menginjak tempat yang
akan dikeluarkan anginnya. Ilmu ambil angin itu konon didapatkannya dengan
puasa dan doa.
Menurut Bu Sri, angin yang ada di dalam tubuh itu
membuat badan masuk angin. Bu Sri dapat melihatnya dengan mata batinnya. Masuk angin
membuat badan pegal dan tidak nyaman. Saya tahu bagaimana rasanya masuk angin. Memang
betul-betul tidak nyaman. Angin di dalam tubuh itu harus dikeluarkan. Kebanyakan
orang mengeluarkan angin dengan cara dikerok.
Angin yang sudah menumpuk itu akan mengeras. Menurut
Bu Sri akan menjadi seperti salju yang membeku menjadi es. Angin ini harus
dihancurkan dulu dengan cara dipijat. Angin yang sudah dihancurkan itu
bentuknya akan seperti asap. Baru kemudian diambil dengan menggunakan injakan
kaki. Sembari kakinya menekan, Bu Sri akan bersendawa untuk mengeluarkan
anginnya. Apabila anginnya banyak, maka sendawanya keras. Kalau tidak ada anginnya,
maka tidak ada sendawa.
Penjelasan Bu Sri itu memang tidak masuk akal bila dipikirkan
secara ilmiah. Pikiran rasional saya pun agak berontak mendengarnya. Namun imajinasi
saya dapat memahami dengan baik. Saya dapat membayangkannya secara visual,
terutama bagian asap yang ditarik keluar. Bahkan menjadi inspirasi bagi cerita
fiksi yang akan saya tulis.
Saya tidak terlalu peduli alasan ilmiah di balik ilmu
ambil angin Bu Sri. Yang jelas saya menikmatinya. Pijatan Bu Sri pada badan
yang pegal sangat saya nantikan. Bu Sri akan “menghajar” otot yang pegal sampai
menjadi lemas kembali. Yang membuat pijatan Bu Sri makin mantap karena setelah
itu badan tidak “njarem”. Badan malah menjadi segar, tentunya karena aliran
darah yang lancar. Keahlian ini tidak dimiliki oleh semua orang. Hanya para
pemijat yang berpengalaman saja yang bisa.
Saya tidak keberatan badan saya diinjak dan mendengar
bunyi sendawa Bu Sri. Biasanya saya agak jijay mendengar bunyi sendawa orang,
apalagi kalau yang sendawa sembarangan tanpa kenal waktu dan tempat.
Perkecualian untuk yang ini. Khusus untuk Bu Sri, saya rela menjadi manusia
yang terinjak-injak he he he. {ST}