Beberapa waktu yang
lalu, ada yang mengirimkan curhat seorang pengemudi ojek online dalam sebuah
group WA yang saya ikuti. Dalam cerita pendek itu diceritakan bagaimana
menderitanya mereka ketika ada yang memesan makanan dengan menggunakan jasanya.
Untuk memesan dan membeli makanan, pengemudi ojek online harus mengeluarkan
uang lebih dulu. Mereka harus membelikannya kemudian mengantarkan kepada pemesan.
Diceritakan pula kalau mereka
hanya bisa ngiler melihat makanan berharga mahal itu. “Penderitaan” mereka
masih berlanjut saat harus mengantar makanan ke gedung yang penjagaan
keamanannya cukup tinggi. Mereka diminta untuk menunggu di lobi, atau naik
dengan menggunakan lift barang yang kabarnya tidak layak untuk manusia.
Cerita yang dikirimkan itu tidak pendek-pendek amat. Kalau dimuat di
majalah kira-kira akan memakan 1 halaman sendiri. Cukup panjang, namun juga
cukup pendek. Cerita ini hampir semuanya terdiri dari keluhan. Tidak ada satu
pun ucapan syukur dalam kata-katanya.
Keluhan sang pengemudi itu ditanggapi oleh beberapa orang teman saya.
Ada yang kurang suka dengan keluhannya yang dikatakan agak lebay. Ada juga yang
simpati pada curhatnya. Ada juga yang mengatainya cemen. Seorang teman saya
yang juga berprofesi sebagai pengemudi transportasi online juga mengatakan
curhatannya berlebihan.
Saya tidak terlalu banyak berkomentar dalam forum itu. Saya tidak
memilih untuk menjadi pengemudi transportasi online. Tidak harus terpaksa pula
melakukannya. Setiap pekerjaan memang ada enak dan tidak enaknya. Mungkin
memang tidak ada atau sangat sedikit orang yang memilih bekerja menjadi
pengemudi ojek. Walaupun pekerjaan itu bukanlah pekerjaan pilihannya, namun pekerjaan
itu halal. Sudah seharusnya disyukuri. {ST}