Saat duduk di teras
rumah, saya mendengar suara kecil yang terdengar samar-samar. Makin lama suara
itu makin jelas. Itu adalah suara kucing yang mengeong. Saya pun mencari-cari
dari mana sumbernya. Saya menemukan kucing itu dengan mudah. Ia duduk di sudut
teras tempat saya duduk.
Anak kucing itu
kemudian berjalan pelan. Ia berjalan menuju ke pintu rumah kami yang terbuka.
Saya pun menghalaunya dengan tangan saya sambil berkata, “Hus! Hus!” Iya, saya
mengusirnya. Anak kucing itu pun segera paham. Ia bergerak berbalik dan kembali
ke sudut tempatnya duduk tadi. Kali ini wajahnya ketakutan dan tubuhnya
gemetar.
Sesaat saya merasa diri
saya kejam karena mengusirnya. Anak kucing itu kurus kering. Sepertinya ia
kelaparan. Badannya pun kurus kering. Tubuhnya yang gemetar mungkin karena
kelaparan plus ketakutan. Kasihan.
Sesaat kemudian saya
kembali menjadi si ratu tega. Memasukkan kucing itu ke dalam rumah akan membuat
masalah baru. Kucing-kucing liar itu akan mengacaukan tatanan rumah kami. Meja
makan, dapur, dan kolam ikan adalah daerah yang sering dikacaukan oleh para
kucing. Akhirnya saya meninggalkan kucing itu di teras depan rumah. Entah apa
yang terjadi dengannya.
Kucing yang gemetar
ketakutan itu ternyata tidak langsung pergi. Ia masih mengeong beberapa saat
dengan suara lemah. Ia pun masih ada di ingatan saya sampai beberapa saat
lamanya. Kucing ini pun menjadi inspirasi bagi sebuah cerita saya. {ST}