Ana

Sabtu, 06 Agustus 2016

Perempuan yang Minta Didengarkan




            Seorang teman saya mengeluhkan suaminya tidak mau mendengarkannya. Ibu saya pun demikian. Suaminya, bapak saya itu, kabarnya jarang mau mendengarkan istrinya. Ada juga teman-teman saya yang curhat di status Facebook tentang pasangan yang tidak mau mendengarkan.
Mendengarkan itu berbeda dari sekedar mendengar. Dalam bahasa Inggris mungkin pengertiannya lebih jelas. Mendengarkan itu listen. Mendengar itu hear. Orang yang mendengar belum tentu mendengarkan. Orang yang mendengarkan sudah pasti mendengar.
Setiap orang memang perlu untuk didengarkan. Didengarkan itu baik bagi kesehatan jiwa. Namun, tidak semua kebutuhan orang untuk didengarkan dapat dipenuhi. Ada banyak orang yang hidup dengan orang-orang yang tak mau mendengarkannya. Keadaan ini lebih banyak terjadi pada perempuan.
Saat mendengar curhat teman-teman yang merasa tidak didengarkan, saya mencoba untuk mengerti. Saya juga pernah merasa agak frustasi karena tidak didengarkan oleh pasangan. Saya kemudian memutuskan hubungan dengan orang ini. Masalah saya selesai. Namun tidak demikian halnya dengan para istri. Mereka tidak bisa seenaknya saja memutuskan hubungan dengan suami.
Dari beberapa literatur yang saya baca, seorang perempuan mengeluarkan lebih banyak kata-kata dari laki-laki. Rata-rata sebanyak 20.000 kata. Kata-kata ini semestinya disampaikan kepada sesamanya manusia. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Banyak orang yang tinggal di dekat manusia lain yang tidak mau mendengarkan.
Mendengarkan adalah kegiatan yang susah-susah gampang. Saya dapat dengan mudah mendengarkan orang-orang yang saya pedulikan, apalagi saat suasana hati saya sedang senang. Beda halnya saat saya sendiri sedang suntuk dan yang dibicarakan adalah sesuatu yang membuat tambah suntuk.
Mengeluarkan kata-kata tidak selalu yang enak-enak didengar saja. Ada kalanya yang dikeluarkan adalah keluhan, umpatan, dll. Tidak semua orang mau mendengarkan hal-hal yang seperti ini. Saya pun tidak. Biasanya saya hanya mendengar, tetapi tidak mendengarkan. Omelan dan umpatan hanya menjadi racun pikiran, sebaiknya memang tidak dimasukkan ke dalam memori saya. Kadang-kadang saya memilih pergi saja sekalian.
Pandangan itu membuat saya dapat mengerti adanya suami-suami yang meninggalkan istrinya yang bawel. Walaupun saya tidak menyetujui perbuatan meninggalkan keluarga hanya karena bawel, saya dapat memahami kemuakan dari mendengarkan omelan yang tidak ada gunanya bagi orang yang mendengarkan.
Sebagai seorang perempuan, saya termasuk pendiam. Itu karena saya jarang berbicara. Namun itu bukan berarti saya tidak berkata-kata. Saya berkata-kata melalui tulisan. Saya menyalurkan apa yang saya pikirkan melalui tulisan. Kalau tidak ada aksara, kemungkinan saya juga akan frustasi karena tidak bisa menyalurkan apa yang ada di pikiran saya.
Pikiran yang lebih lega membuat saya dapat lebih banyak mendengarkan orang lain. Yang bisa saya lakukan untuk menolong orang yang frustasi karena tidak didengarkan adalah dengan mendengarkan. Tidak hanya sekedar mendengar.
Mungkin kata-kata yang saya hasilkan melalui tulisan saya jumlahnya bisa melebihi apa yang diucapkan perempuan bawel. Hasilnya kebanyakan saya muat di blog ini. Ada juga yang menjadi karya tulis yang layak dimuat di media massa. Saya benar-benar harus bersyukur atas hal ini. {ST}

Baca juga:

Popular Posts

Isi blog ini