Seorang teman saya mengeluhkan
suaminya tidak mau mendengarkannya. Ibu saya pun demikian. Suaminya, bapak saya
itu, kabarnya jarang mau mendengarkan istrinya. Ada juga teman-teman saya yang
curhat di status Facebook tentang pasangan yang tidak mau mendengarkan.
Mendengarkan
itu berbeda dari sekedar mendengar. Dalam bahasa Inggris mungkin pengertiannya
lebih jelas. Mendengarkan itu listen.
Mendengar itu hear. Orang yang
mendengar belum tentu mendengarkan. Orang yang mendengarkan sudah pasti
mendengar.
Setiap orang
memang perlu untuk didengarkan. Didengarkan itu baik bagi kesehatan jiwa.
Namun, tidak semua kebutuhan orang untuk didengarkan dapat dipenuhi. Ada banyak
orang yang hidup dengan orang-orang yang tak mau mendengarkannya. Keadaan ini
lebih banyak terjadi pada perempuan.
Saat
mendengar curhat teman-teman yang merasa tidak didengarkan, saya mencoba untuk
mengerti. Saya juga pernah merasa agak frustasi karena tidak didengarkan oleh
pasangan. Saya kemudian memutuskan hubungan dengan orang ini. Masalah saya
selesai. Namun tidak demikian halnya dengan para istri. Mereka tidak bisa
seenaknya saja memutuskan hubungan dengan suami.
Dari beberapa
literatur yang saya baca, seorang perempuan mengeluarkan lebih banyak kata-kata
dari laki-laki. Rata-rata sebanyak 20.000 kata. Kata-kata ini semestinya
disampaikan kepada sesamanya manusia. Namun kenyataannya tidaklah demikian.
Banyak orang yang tinggal di dekat manusia lain yang tidak mau mendengarkan.
Mendengarkan
adalah kegiatan yang susah-susah gampang. Saya dapat dengan mudah mendengarkan
orang-orang yang saya pedulikan, apalagi saat suasana hati saya sedang senang.
Beda halnya saat saya sendiri sedang suntuk dan yang dibicarakan adalah sesuatu
yang membuat tambah suntuk.
Mengeluarkan
kata-kata tidak selalu yang enak-enak didengar saja. Ada kalanya yang dikeluarkan
adalah keluhan, umpatan, dll. Tidak semua orang mau mendengarkan hal-hal yang
seperti ini. Saya pun tidak. Biasanya saya hanya mendengar, tetapi tidak
mendengarkan. Omelan dan umpatan hanya menjadi racun pikiran, sebaiknya memang
tidak dimasukkan ke dalam memori saya. Kadang-kadang saya memilih pergi saja
sekalian.
Pandangan itu
membuat saya dapat mengerti adanya suami-suami yang meninggalkan istrinya yang
bawel. Walaupun saya tidak menyetujui perbuatan meninggalkan keluarga hanya
karena bawel, saya dapat memahami kemuakan dari mendengarkan omelan yang tidak
ada gunanya bagi orang yang mendengarkan.
Sebagai
seorang perempuan, saya termasuk pendiam. Itu karena saya jarang berbicara.
Namun itu bukan berarti saya tidak berkata-kata. Saya berkata-kata melalui
tulisan. Saya menyalurkan apa yang saya pikirkan melalui tulisan. Kalau tidak
ada aksara, kemungkinan saya juga akan frustasi karena tidak bisa menyalurkan
apa yang ada di pikiran saya.
Pikiran yang
lebih lega membuat saya dapat lebih banyak mendengarkan orang lain. Yang bisa
saya lakukan untuk menolong orang yang frustasi karena tidak didengarkan adalah
dengan mendengarkan. Tidak hanya sekedar mendengar.
Mungkin
kata-kata yang saya hasilkan melalui tulisan saya jumlahnya bisa melebihi apa
yang diucapkan perempuan bawel. Hasilnya kebanyakan saya muat di blog ini. Ada
juga yang menjadi karya tulis yang layak dimuat di media massa. Saya
benar-benar harus bersyukur atas hal ini. {ST}
Baca juga: