Lampu teplok adalah
salah satu alat penerangan yang umum digunakan berpuluh tahun yang lalu, saat
penerangan lampu listrik belum umum digunakan. Saya termasuk generasi yang
sudah mengenal listrik. Untuk penerangan malam hari, kami sudah menggunakan
lampu listrik. Namun itu bukan berarti saya tidak mengenal lampu teplok. Lampu
berbahan bakar minyak tanah ini turut mewarnai masa kecil saya di Kalimantan.
Saat saya kecil (bahkan
sampai sekarang), listrik di Kalimantan sering padam. Saat mendengar kata
“giliran”, semua orang langsung tahu bahwa saat itu tidak ada listrik yang
mengalir di tempat itu. Itu bisa terjadi di siang hari dan di malam hari.
Kadang-kadang, ada juga yang gilirannya diberi tahu dulu, ada juga yang padam
begitu saja tanpa pemberitahuan.
Selain lilin, lampu
teplok adalah alternatif penerangan di rumah kami saat mendapat giliran listrik
padam. Ada cukup banyak lampu teplok di rumah kami. Saya bahkan punya lampu
teplok kesayangan. Lampu yang saya bawa ke kamar saya saat lampu padam yang
itu-itu terus. Selain sebagai penerangan, buat saya lampu teplok adalah hiasan
yang keren. Melihat cahaya lidah api di lampu teplok adalah pemandangan yang
indah.
Lampu teplok terdiri
dari beberapa bagian yang bisa dilepas. Ada tempat penampung minyak di bagian
bawahnya. Tempat minyak ini bersambung dengan sumbu. Sebagian sumbu terendam
oleh minyak, sebagian kecil lainnya ada di bagian atas. Sumbu bagian atas
itulah yang dibakar dan kemudian menjadi sumber terang. Di bagian atasnya ada
corong/pipa dari kaca. Corong itu melindungi api supaya tidak tertiup angin
sekalian mengarahkan asap ke bagian atas.
Papah pernah bercerita
kalau waktu dia kecil dulu harus menggunakan lampu teplok untuk belajar.
Kadang-kadang kepala sampai terasa panas karena harus didekatkan ke lampu.
Pengalamannya itu dia gunakan untuk memacu kami supaya lebih giat belajar
karena sudah ada lampu listrik yang lebih terang dan mudah penggunaannya.
Lampu teplok kabarnya
juga bisa digunakan untuk mengobati sakit mata. Kalau yang ini, saya tidak
yakin apakah benar atau saya dibohongi oleh saudara-saudara yang lebih tua.
Caranya dengan menangkap panas yang ada di ujung corong dengan kedua tangan.
Saat tangan sudah terasa hangat, sapukan ke mata yang sakit. Mata juga akan
terasa hangat. Saya dulu sering melakukannya saat terkena sakit mata. Itu, lo,
yang mata menjadi merah dan belekan sepanjang hari.
Saat ini, lampu teplok
sudah tidak lagi digunakan sebagai alat penerangan. Lampu teplok yang saya lihat
lebih sering digunakan sebagai penghias ruangan. Lampu teplok juga sering
dijadikan suvenir pernikahan. Informasi lampu teplok sebagai suvenir berada di
halaman depan mesin pencari Google. Lampu teplok juga ada yang bertenaga
listrik. Bentuknya tetap lampu teplok, bagian lampunya diganti dengan bohlam
listrik.
Saya tidak tahu mengapa lampu teplok disebut teplok. Mungkin karena
dapat ditempelkan di dinding. Pada lampu ini memang ada bagian yang bisa
ditempelkan di dinding. Bagian dinding yang ditempeli lampu ini biasanya di
bagian atasnya berwarna gak hitam karena sisa pembakaran. {ST}