Malam itu Halte Harmoni terlihat
agak lengang. Sepertinya kepadatan arus penumpang telah lewat. Saat itu memang
sudah lewat pukul 8 malam. Arus pulang orang-orang kantoran sudah menjelang
selesai. Hiruk-pikuk penumpang pun tidak terlalu terdengar. Keheningan itu
mendadak terpecah oleh suara tegas seorang pria.
“Hati-hati, ini copet!” kata orang
itu.
Saya dan beberapa penumpang lain
segera melihat ke arah sumber suara. Terlihat 2 orang petugas keamanan mengapit
seorang pria yang bertelanjang dada. Suara tegas keluar dari mulut sang petugas
keamanan. Pria yang di tengah mengenakan karton bertulisan “Saya copet” yang
dikalungkan di dadanya. Pandangan pria itu terlihat kosong.
“Perhatikan! Ini copet. Sudah 2 kali
tertangkap mencopet di bus. Biasanya dia beraksi di koridor 1,” kata seorang
petugas pengamanan yang mendampingi sang copet.
Melihat pemandangan itu, saya merasa
kasihan pada sang copet yang tertangkap itu. Entah mengapa saya kasihan
walaupun saya tahu perbuatan mencopet sama sekali tidak dapat dibenarkan.
Mungkin perasaan itu muncul sebagai sesama manusia. Perempuan-perempuan di
sekitar saya juga menggumamkan hal yang sama. Kasihan.
“Kasihan, kasihan! Bagaimana kalau
kita yang dicopet,” ujar seorang penumpang lain dengan nada protes.
“Silakan kalau mau difoto dan
disebarkan,” kata seorang petugas keamanan itu.
Mendengar hal itu, banyak orang yang
mengeluarkan ponselnya dan memotret sang copet. Saya juga sempat tergoda untuk
memotretnya. Saya bahkan mencoba menarik kamera poket saya yang memang selalu
saya bawa. Entah mengapa saya kemudian membatalkan niat itu. Saya memasukkan
kamera saya kembali dan hanya menyaksikannya dengan mata saya.
Dari sekian banyak orang yang
memotret itu, ada seorang bapak yang mendadak tersulut emosinya. Ia menampar
sang copet. Perempuan-perempuan yang menjadi sakisi, termasuk saya, menjerit
ngeri melihat peristiwa itu. Petugas keamanan segera melerainya sehingga sang
copet itu lolos dari hajaran.
Saya tidak tahu lagi bagaimana kelanjutan
cerita sang copet itu. Apakah dia diproses secara hukum, atau dihakimi sendiri
oleh orang-orang yang ada di situ. Semoga saja dia kapok dan tidak lagi
mengulangi perbuatannya. {ST}