Seorang perias
mendandani saya saat akan menghadiri acara pernikahan sepupu saya. Selain
menata rambut, ia juga merias wajah saya. Saya hanya terduduk pasrah selagi ia
bekerja. Saya serahkan sepenuhnya penampilan saya ke dalam tangannya.
Saya memejamkan mata
selagi mbak perias membubuhkan aneka kosmetik di wajah saya. Mata sipit saya
biasanya menjadi sasaran para perias yang
ingin membuatnya terlihat lebih besar. Biasanya ada warna gelap yang menghiasi
mata saya.
Benar saja dugaan saya.
Perias itu cukup lama berkutat di bagian mata saya. Kedua mata saya memang
sama-sama sipit, namun bentuknya berbeda. Mata sebelah kanan berkelopak,
sedangkan yang kirinya tidak. Bentuk mata ini sudah cukup sering membuat para
perias kerepotan.
Saya sendiri tidak terlalu
repot saat berdandan. Jelas saja tidak repot, wong saya hampir tidak bisa
berdandan, apalagi bagian mata. Saya kurang suka berdandan. Saya tetap percaya
diri, kok, walaupun tak ada eye shadow
di sekitar mata saya. Saya juga tidak terlalu peduli pada pertumbuhan alis saya
yang menurut beberapa kenalan saya berantakan sekali untuk ukuran perempuan.
Mbak perias itu memerlukan
waktu cukup lama untuk mendandani saya. Saya yang memejamkan mata lama-lama
benar-benar tertidur. Tubuh saya makin lama makin doyong ke depan ke arah mbak
perias. Saya akhirnya terbangun karena ada yang menahan tubuh saya. Tentu saja
yang melakukannya adalah mbak perias.
Saat membuka mata, mata
saya terasa berat. Selain karena ngantuk, ada sepasang bulu mata palsu yang bertengger
di kelopak mata saya. Saya tidak ingat kapan bulu mata palsu itu terpasang. Rupanya
itulah yang dikerjakan oleh mbak perias saat saya tertidur. {ST}