Tanggal 2 Mei diperingati sebagai
Hari Pendidikan Nasional. Harian Kompas memeringatinya dengan menampilkan
sebuah ruang kelas di halaman depannya. Ruang kelas itu terlihat sangat
sederhana. Kesederhanaannya menarik perhatian saya.
Ruangan itu berlantai tanah.
Penampilannya sangat jauh dari mewah. Padahal, ruangan itu letaknya tidak
terlalu jauh dari ibu kota negara ini. Itu adalah ruangan kelas di Banten, kota
tetangga DKI Jakarta.
Tanpa keterangan gambar pun, orang
dapat menebak bagaimana miskinnya orang yang bersekolah di tempat ini. Saya
yakin sekali, anak yang bersekolah di tempat itu bukanlah anak dari keluarga yang
berkecukupan. Gurunya kemungkinan juga tidak mendapatkan penghasilan yang
besar.
Saya teringat beberapa waktu yang
lalu pernah ke Banten. Yang saya ingat adalah kekontrasan antara daerah Bandara
Soekarno – Hatta dan daerah yang saya lewati berikutnya. Kedua daerah itu
sama-sama terletak di Banten. Yang satunya adalah bandara internasional yang
terus berbenah menjadi mewah, yang satunya lagi adalah pemukiman hukum yang
dihuni warga Banten. Kontras? Iya.
Saat
itu sedang ramai-ramainya penangkapan keluarga “penguasa” Banten yang dituduh
korupsi. Keluarga ini menguasai pucuk pimpinan pemerintahan di Banten selama
bertahun-tahun. Mereka adalah keluarga yang kaya, bahkan sangat kaya. Kemiskinan
di daerah itu dapat dikatakan bagian dari kesalahan mereka yang salah mengelola
selama bertahun-tahun.
Melihat
kembali potret kemiskinan di Banten, saya menjadi prihatin. Setelah menangkap
dan memenjarakan para koruptor itu, pembangunan masih belum berjalan dengan
baik. Salah satu hal yang harus disyukuri dari potret kemiskinan itu adalah
adanya orang yang selalu memiliki semangat untuk belajar walaupun miskin secara
materi. Semoga saja anak-anak itu dapat tumbuh menjadi orang yang berguna
kelak. {ST}